Bercanda Ada Batasnya
Penulis: Ummu ‘Aisyah
Saudariku muslimah, berbeda
dengan sabar yang tidak ada
batasnya, maka bercanda ada
batasnya. Tidak bisa dipungkiri, di saat-saat tertentu kita
memang membutuhkan suasana rileks dan santai untuk
mengendorkan urat syaraf, menghilangkan rasa pegal dan
capek sehabis bekerja. Diharapkan setelah itu badan kembali
segar, mental stabil, semangat bekerja tumbuh kembali,
sehingga produktifitas semakin meningkat. Hal ini tidak
dilarang selama tidak berlebihan.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun Bercanda
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sering mengajak istri dan
para sahabatnya bercanda dan bersenda gurau untuk
mengambil hati serta membuat mereka gembira. Namun
canda beliau tidak berlebihan, tetap ada batasnya. Bila
tertawa, beliau tidak melampaui batas tetapi hanya
tersenyum. Begitu pula dalam bercanda, beliau tidak berkata
kecuali yang benar. Sebagaimana yang diriwayatkan dalam
beberapa hadits yang menceritakan seputar bercandanya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seperti hadits dari
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Aku belum pernah melihat
Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa terbahak-
bahak hingga kelihatan amandelnya, namun beliau hanya
tersenyum. ” (HR. Bukhari dan Muslim)
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pun menceritakan, para
sahabat bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Wahai, Rasullullah! Apakah engkau juga bersendau
gurau bersama kami?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab dengan sabdanya, “Betul, hanya saja aku
selalu berkata benar.” (HR. Imam Ahmad. Sanadnya Shahih)
Adapun contoh bercandanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
bercanda dengan salah satu dari kedua cucunya yaitu Al-
Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhu. Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu menceritakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah menjulurkan lidahnya bercanda dengan Al-Hasan bin
Ali radhiyallahu ‘anhu. Ia pun melihat merah lidah beliau, lalu
ia segera menghambur menuju beliau dengan riang
gembira. ” (Lihat Silsilah Ahadits Shahihah, no hadits 70)
Adab Bercanda Sesuai Syariat
Poin di atas cukup mewakili arti bercanda yang dibolehkan
dalam syariat. Selain itu, hal penting yang harus kita
perhatikan dalam bercanda adalah:
1. Meluruskan tujuan yaitu bercanda untuk menghilangkan
kepenatan, rasa bosan dan lesu, serta menyegarkan suasana
dengan canda yang dibolehkan. Sehingga kita bisa
memperoleh semangat baru dalam melakukan hal-hal yang
bermanfaat.
2. Jangan melewati batas. Sebagian orang sering berlebihan
dalam bercanda hingga melanggar norma-norma. Terlalu
banyak bercanda akan menjatuhkan wibawa seseorang.
3. Jangan bercanda dengan orang yang tidak suka bercanda.
Terkadang ada orang yang bercanda dengan seseorang
yang tidak suka bercanda, atau tidak suka dengan canda
orang tersebut. Hal itu akan menimbulkan akibat buruk. Oleh
karena itu, lihatlah dengan siapa kita hendak bercanda.
4. Jangan bercanda dalam perkara-perkara yang serius.
Seperti dalam majelis penguasa, majelis ilmu, majelis hakim
(pengadilan-ed), ketika memberikan persaksian dan lain
sebagainya.
5. Hindari perkara yang dilarang Allah Azza Wa Jalla saat
bercanda.
- Menakut-nakuti seorang muslim dalam bercanda.
Rasullullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah
salah seorang dari kalian mengambil barang milik
saudaranya, baik bercanda maupun bersungguh-
sungguh. ” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda: “Tidak
halal bagi seorang muslim untuk menakut-nakuti muslim
yang lain. ” (HR. Abu Dawud)
- Berdusta saat bercanda. Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Aku menjamin dengan sebuah istana di
bagian tepi surga bagi orang yang meninggalkan debat
meskipun ia berada di pihak yang benar, sebuah istana di
bagian tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta
meski ia sedang bercanda, dan istana di bagian atas surga
bagi seseorang yang memperbaiki akhlaknya. ” (HR. Abu
Dawud). Rasullullah pun telah memberi ancaman terhadap
orang yang berdusta untuk membuat orang lain tertawa
dengan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Celakalah
seseorang yang berbicara dusta untuk membuat orang
tertawa, celakalah ia, celakalah ia. ” (HR. Imam Ahmad, Abu
Dawud dan Tirmidzi)
- Melecehkan sekelompok orang tertentu. Misalnya bercanda
dengan melecehkan penduduk daerah tertentu, atau profesi
tertentu, bahasa tertentu dan lain sebagainya, yang
perbuatan ini sangat dilarang.
- Canda yang berisi tuduhan dan fitnah terhadap orang lain.
Sebagian orang bercanda dengan temannya lalu mencela,
memfitnahnya, atau menyifatinya dengan perbuatan yang
keji untuk membuat orang lain tertawa.
6. Hindari bercanda dengan aksi atau kata-kata yang buruk.
Allah telah berfirman, yang artinya, “Dan katakanlah kepada
hamba-hamba-Ku, hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu
menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya
setan adalah musuh yang nyata bagi kalian. ” (QS. Al-Isra’:
53)
7. Tidak banyak tertawa. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah mengingatkan agar tidak banyak tertawa, “Janganlah
kalian banyak tertawa. Sesungguhnya banyak tertawa dapat
mematikan hati. ” (HR. Ibnu Majah)
8. Bercanda dengan orang-orang yang membutuhkannya.
9. Jangan melecehkan syiar-syiar agama dalam bercanda.
Umpamanya celotehan dan guyonan para pelawak yang
mempermainkan simbol-simbol agama, ayat-ayat Al-Qur’an
dan syair-syiarnya, wal iyadzubillah! Sungguh perbuatan itu
bisa menjatuhkan pelakunya dalam kemunafikan dan
kekufuran.
Demikianlah mengenai batasan-batasan dalam bercanda
yang diperbolehkan dalam syariat. Semoga setiap kata,
perbuatan, tingkah laku dan akhlak kita mendapatkan ridlo
dari Allah, pun dalam masalah bercanda. Kita senantiasa
memohon taufik dari Allah agar termasuk ke dalam
golongan orang-orang yang wajahnya tidak dipalingkan saat
di kubur nanti karena mengikuti sunnah Nabi-Nya. Wallahul
musta ’an.
***
Diringkas dari: majalah As-Sunnah edisi 09/tahun XI/ 1428
H/2007 M.
Artikel www.muslimah.or.id
No comments:
Post a Comment