Friday, December 31, 2010

Etika dalam Bergaul 2

ETIKA BERGAUL
Oleh
Ustadz Fariq bin Gasim Anuz
Bagian Terkahir dari Dua Tulisan 2/2
SIKAP-SIKAP YANG DISUKAI MANUSIA
[a]. Manusia Suka Kepada Orang Yang Memberi
Perhatian Kepada Orang Lain.
Diantara bentuk perhatian kepada orang lain, ialah
mengucapkan salam, menanyakan kabarnya,
menengoknya ketika sakit, memberi hadiah dan
sebagainya. Manusia itu membutuhkan perhatian
orang lain. Maka, selama tidak melewati batas-
batas syar’i, hendaknya kita menampakkan
perhatian kepada orang lain. seorang anak kecil
bisa berprilaku nakal, karena mau mendapat
perhatian orang dewasa. orang tua kadang lupa
bahwa anak itu tidak cukup hanya diberi materi
saja. Merekapun membutuhkan untuk
diperhatikan, ditanya dan mendapat kasih sayang
dari orang tuanya. Apabila kasih sayang tidak
didapatkan dari orang tuanya, maka anak akan
mencarinya dari orang lain.
[b]. Manusia Suka Kepada Orang Yang Mau
Mendengar Ucapan Mereka.
Kita jangan ingin hanya ucapan kita saja yang
didengar tanpa bersedia mendengar ucapan
orang lain. kita harus memberi waktu kepada
orang lain untuk berbicara. Seorang suami –
misalnya-ketika pulang ke rumah dan bertemu
istrinya, walaupun masih terasa lelah, harus
mencoba menyediakan waktu untuk mendengar
istrinya bercerita. Istrinya yang ditinggal sendiri di
rumah tentu tak bisa berbicara dengan orang lain.
Sehingga ketika sang suami pulang, ia merasa
senang karena ada teman untuk berbincang-
bincang. Oleh karena itu, suami harus
mendengarkan dahulu perkataan istri. Jika belum
siap untuk mendengarkannya, jelaskanlah dengan
baik kepadanya, bahwa dia perlu istirahat dulu
dan nanti ceritanya dilanjutkan lagi.
Contoh lain, yaitu ketika teman kita berbicara dan
salah dalam bicaranya itu, maka seharusnya kita
tidak memotong langsung, apalagi
membantahnya dengan kasar. kita dengarkan
dulu pembicaraannya hingga selesai, kemudian
kita jelaskan kesalahannya dengan baik.
[c]. Manusia Suka Kepada Orang Yang Menjauhi
Debat Kusir.
Allah berfirman. "Artinya: “Serulah kepada jalan
Rabbmu dengan hikmah, dan nasehat yang baik,
dan debatlah mereka dengan cara yang baik,”
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
rahimahullah dalam kasetnya, menerangkan
tentang ayat : "Serulah kepada jalan Rabbmu
dengan hikmah". Beliau berkata, “manusia tidak
suka kepada orang yang berdiskusi dengan
hararah (dengan panas). Karena umumnya orang
hidup dengan latar belakang……..dan pemahaman
yang berbeda dengan kita dan itu sudah
mendarah daging……..sehinnga para penuntut
ilmu, jika akan berdiskusi dengan orang yang
fanatik terhadap madzhabnya, (maka) sebelum
berdiskusi dia harus mengadakan pendahuluan
untuk menciptakan suasana kondusif antara dia
dengan dirinya. target pertama yang kita inginkan
ialah agar orang itu mengikuti apa yang kita yakini
kebenarannya, tetapi hal itu tidaklah mudah.
Umumnya disebabkan fanatik madzhab, mereka
tidak siap mengikuti kebenaran. target kedua,
minimalnya dia tidak menjadi musuh bagi kita.
Karena sebelumnya tercipta suasana yang
kondusif antara kita dengan dirinya. Sehingga
ketika kita menyampaikan yang haq, dia tidak
akan memusuhi kita disebabkan ucapan yang haq
tersebut. Sedangkan apabila ada orang lain yang
ada yang berdiskusi dalam permasalahan yang
sama, namun belum tercipta suasana kondusif
antara dia dengan dirinya, tentu akan berbeda
tanggapannya.
[d]. Manusia Suka Kepada Orang Yang
Memberikan Penghargaan Dan Penghormatan
Kepada Orang Lain.
Nabi mengatakan, bahwa orang yang lebih muda
harus menghormati orang yang lebih tua, dan
yang lebih tua harus menyayangi yang lebih
muda. Permasalahan ini kelihatannya sepele.
Ketika kita shalat di masjid……namun menjadikan
seseorang tersinggung karena dibelakangi. Hal ini
kadang tidak sengaja kita lakukan. Oleh karena itu,
dari pengalaman kita dan orang lain, kita harus
belajar dan mengambil faidah. Sehingga bisa
memperbaiki diri dalam hal menghormati orang
lain. Hal-hal yang membuat diri kita tersinggung,
jangan kita lakukan kepada orang lain. Bentuk-
bentuk sikap tidak hormat dan pelecehan, harus
kita kenali dan hindarkan.
Misalnya, ketika berjabat tangan tanpa melihat
wajah yang diajaknya. Hal seperti itu jarang kita
lakukan kepada orang lain. Apabila kita
diperlakukan kurang hormat, maka kita sebisa
mungkin memakluminya. Karena-mungkin-
orang lain belum mengerti atau tidak
menyadarinya. Ketika kita memberi salam kepada
orang lain, namun orang tersebut tidak
menjawab, maka kita jangan langsung menuduh
orang itu menganggap kita ahli bid’ah atau kafir.
Bisa jadi, ketika itu dia sedang menghadapi
banyak persoalan sehingga tidak sadar ada yang
memberi salam kepadanya, dan ada
kemungkinan-kemungkinan lainnya. Kalau perlu
didatangi dengan baik dan ditanyakan,agar
persoalannya jelas. Dalam hal ini kita dianjurkan
untuk banyak memaafkan orang lain.
Allah berfirman.
"Artinya: “Terimalah apa yang mudah dari akhlaq
mereka dan perintahkanlah orang lain
mengerjakan yang ma’ruf serta berpalinglah dari
orang-orang yang bodoh.” [Al-A’raaf : 199]
[e]. Manusia Suka Kepada Orang Yang Memberi
Kesempatan Kepada Orang Lain Untuk Maju.
Sebagai seorang muslim, seharusnya senang jika
saudara kita maju, berhasil atau mendapatkan
kenikmatan, walaupun secara naluri manusia itu
tidak suka, jika ada orang lain yang melebihi
dirinya. Naluri seperti ini harus kita kekang dan
dikikis sedikit demi sedikit. Misalnya, bagi
mahasiswa. Jika di kampus ada teman muslim
yang lebih pandai daripada kita. Maka kita harus
senang. Jika kita ingin seperti dia, maka harus
berikhtiar dengan rajin belajar dan tidak bermalas-
malasan. Berbeda dengan orang yang dengki,
tidak suka jika temannya lebih pandai dari dirinya.
Malahan karena dengkinya itu dia bisa-bisa
memboikot temannya dengan mencuri catatan
pelajarannya dan sebagainya.
[f]. Manusia Suka Kepada Orang Yang Tahu
Berterima Kasih Atau Suka Membalas Kebaikan.
Hal ini bukan berarti dibolehkan mengharapkan
ucapan terima kasih atau balasan dari manusia
jika kita berbuat kebaikan terhadap mereka. Akan
tetapi hendaklah tidak segan-segan untuk
mengucapkan terima kasih dan membalas
kebaikan yang diberikan orang lain kepada kita.
[g]. Manusia Suka Kepada Orang Yang
Memperbaiki Kesalahan Orang Lain Tanpa Melukai
Perasaannya.
Kita perlu melatih diri untuk menyampaikan
ungkapan kata-kata yamg tidak menyakiti
perasaan orang lain dan tetapSampai kepada
tujuan yang diinginkan. Dalam sebuah buku
diceritakan, ada seorang suami yang memberikan
ceramah dalam suatu majelis dengan bahasa
yang cukup tinggi, sehingga tidak bisa dipahami
oleh yang mengikuti majelis tersebut. Ketika
pulang, dia menanyakan pendapat istrinya
tentang ceramahnya. Istrinya menjawab dengan
mengatakan, bahwa jika ceramah tersebut
disampaikan di hadapan para dosen, maka
tentunya akan tepat sekali.
Ucapan itu merupakan sindiran halus, bahwa
ceramah itu tidak tepat disampaikan di hadapan
hadirin saat itu, dengan tanpa mengucapkan
perkataan demikian. Hal ini bukan berarti kita
harus banyak berbasa-basi atau bahkan
membohongi orang lain. Namun hal ini agar tidak
melukai perasaan orang, tanpa kehilangan
maksud untuk memperbaikinya.
SIKAP-SIKAP YANG TIDAK DISUKAI MANUSIA
Kita mempelajari sikap-sikap yang tidak disukai
manusia agar terhindar dari sikap seperti itu.
Maksud dari sikap yang tidak disukai manusia,
ialah sikap yang menyelisihi syariat. berkaitan
dengan sikap-sikap yang tidak disukai manusia,
tetapi Allah ridho, maka harus kita utamakan. Dan
sebaliknya, terhadap sikap-sikap yang dibenci
oleh Allah, maka harus kita jauhi.
Adapun perbuatan-perbuatan yang tidak disukai
manusia ialah sebagai berikut.
Pertama.
Memberi Nasehat Kepadanya Di Hadapan Orang
Lain.
Al Imam Asy Syafii berkata dalam syairnya yang
berbunyi.
Sengajalah engkau memberi nasehat kepadaku
ketika aku sendirian
Jauhkanlah memberi nasehat kepadaku dihadapan
orang banyak
Karena sesungguhnya nasehat yang dilakukan
dihadapan manusia
Adalah salah satu bentuk menjelek – jelekkan
Aku tidak ridho mendengarnya
Apabila engkau menyelisihiku dan tidak mengikuti
ucapanku
Maka janganlah jengkel apabila nasehatmu tidak
ditaati
Kata nasehat itu sendiri berasal dari kata nashala,
yang memiliki arti khalasa, yaitu murni.
Maksudnya, hendaklah jika ingin memberikan
nasehat itu memurnikan niatnya semata –mata
karena Allah. Selain itu, kata nasehat juga
bermakna khaththa, yang artinya menjahit.
Maksudnya, ingin memperbaiki kekurangan
orang lain. maka secara istilah, nasehat itu artinya
keinginan seseorang yang memberi nasehat agar
orang yang diberi nasehat itu menjadi baik.
Kedua.
Manusia Tidak Suka Diberi Nasehat Secara
Langsung.
Hal ini dijelaskan Al Imam Ibn Hazm dalam kitab
Al Akhlaq Was Siyar Fi Mudawatin Nufus,
hendaklah nasehat yang kita berikan itu
disampaikan secara tidak langsung. Tetapi, jika
orang yang diberi nasehat itu tidak mengerti juga,
maka dapatlah diberikan secara langsung.
Ada suatu metoda dalam pendidikan, yang
dinamakan metoda bimbingan secara tidak
langsung. Misalnya sebuah buku yang ditulis oleh
Syaikh Shalih bin Humaid, imam masjidil Haram,
berjudul At Taujihu Ghairul Mubasyir (bimbingan
secara tidak langsung).
Metoda ini perlu dipraktekkan, walaupun tidak
mutlak. Misalnya, ketika melihat banyak
kebid’ahan yang dilakukan oleh seorang ustadz di
suatu pengajian, maka kita tanyakan pendapatnya
dengan menyodorkan buku yang menerangkan
kebid’ahan-kebid’ahan yang dilakukannya.
Ketiga.
Manusia Tidak Suka Kepada Orang Yang Selalu
Memojokkannya Dengan Kesalahan –
Kesalahannya.
Yang dimaksud dengan kesalahan-kesalahan
disini, yaitu kesalahan yang tidak fatal; bukan
kesalahan yang besar semisal penyimpangan
dalam aqidah. Karena manusia adalah makhluk
yang banyak memiliki kekurangan-kekurangan
pada dirinya.
Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alus Syaikh
menjelaskan dalam ceramahnya, bahwa ada
empat fenomena yang mengotori dakwah Ahlu
Sunnah Wal Jamaah.
[1]. Memandang sesuatu hanya dari satu sisi,
yaitu hanya dalam masalah-masalah ijtihadiyah.
[2]. Isti ’jal atau terburu-buru.
[3]. Ta’ashub atau fanatik.
[4]. Thalabul kamal atau menuntut
kesempurnaan.
Syaikh Shalih menjelaskan, selama seseorang
berada di atas aqidah yang benar, maka kita
seharusnya saling nasehat-menasehati, saling
mengingati antara satu dengan yang lain. bukan
saling memusuhi. Rasulullah bersabda yang
artinya, “janganlah seorang mukmin membenci
istrinya, karena jika dia tidak suka dengan satu
akhlaknya yang buruk, dia akan suka dengan
akhlaqnya yang baik.
Imam Ibn Qudamah menjelaskan dalam
kitabMukhtasar Minhajul Qashidin, bahwa ada
empat kriteria yang patut menjadi pedoman
dalam memilih teman.
[1]. Aqidahnya benar.
[2]. Akhlaqnya baik.
[3]. Bukan dengan orang yang tolol atau bodoh
dalam hal berprilaku. Karena dapat menimbulkan
mudharat.
[4]. Bukan dengan orang yang ambisius terhadap
dunia atau bukan orang yang materialistis.
Keempat.
ManusiaTidak Suka Kepada Orang Yang Tidak
Pernah Melupakan Kesalahan Orang Lain.
Sebagai seorang muslim, kita harus bisa
memafkan dan melupakan kesalahan orang lain
atas diri kita. tidak secara terus-menerus
mengungkit-ungkit, apalagi menyebut-nyebutnya
di depan orang lain. terkadang pada kondisi
tertentu, membalas kejahatan itu bisa menjadi
suatu keharusan atau lebih utama. Syaikh
Utsaimin dalam kitab Syarh Riyadush Shalihin
menjelaskan, bahwa memaafkan dilakukan bila
terjadi perbaikan atau ishlah dengan pemberian
maaf itu. Jika tidak demikian, maka tidak memberi
maaf lalu membalas kejahatannya.
Kelima.
Manusia Tidak Suka Kepada Orang Yang
Sombong.
Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak
akan masuk surga, barang siapa yang di dalam
hatinya ada sifat sombong, walau sedikit saja……..
" sombong itu adalah menolak kebenaran dan
merendahkan orang lain. ada beberapa faktor
yang bisa menyebabkan manusia menjadi
sombong.
[1]. Harta atau uang .
[2]. Ilmu.
[3]. Nasab atau keturunan.
Keenam
Manusia Tidak Suka Kepada Orang Yang Terburu-
Buru Memvonis Orang Lain.
Dr. Abdullah Al Khatir rahimahullah menjelaskan,
bahwa di masyarakat ada fenomena yang tidak
baik. Yaitu sebagian manusia menyangka, jika
menemukan orang yang melakukan kesalahan,
mereka menganggap, bahwa cara yang benar
untuk memperbaikinya, ialah dengan mencela
atau menegur dengan keras. Padahal para ulama
memilik kaedah, bahwa hukum seseorang atas
sesuatu, merupakan cabang persepsinya atas
sesuatu tersebut.
Ketujuh.
Manusia Tidak Suka Kepada Orang Yang
Mempertahankan Kesalahannya, Atau Orang
Yang Berat Untuk Rujuk Kepada Kebenaran
Setelah Dia Meyakini Kebenaran Tersebut.
Syaikh Abdurrahman bin Yahya Al Mu’allimi
rahimahullah berkata, “pintu hawa nafsu itu tidak
terhitung banyaknya”. oleh karena itu, kita harus
berusaha menahan hawa nafsu dan
menundukkannya kepada kebenaran. Sehingga
lebih mencintai kebenaran daripada hawa nafsu
kita sendiri.
Kedelapan.
ManusiaTidak Suka Kepada Orang Yang
Menisbatkan Kebaikan Kepada Dirinya Dan
Menisbatkan Kejelekan Kepada Orang Lain.
Syaikh Utsaimin rahimahullah dalam kasetnya
yang menjelaskan syarh Hilyatul ‘ilm, tentang
adab ilmu. Beliau menjelaskan, bahwa jika kita
mendapati atsar dari salaf yang menisbatkan
kebaikan kepada dirinya, maka kita harus
husnudzan. Bahwa hal itu diungkapkan bukan
karena kesombongan, tetapi untuk memberikan
nasehat kepada kita.
Dalam kitab Ighasatul Lahfan, Al Imam Ibn
Qayyim menjelaskan, bahwa manusia diberi
naluri untuk mencintai dirinya sendiri. Sehingga
apabila terjadi perselisihan dengan orang lain,
maka akan menganggap dirinya yang berada di
pihak yang benar, tidak punya kesalahan sama
sekali. sedangkan lawannya, berada di pihak yang
salah. Dia merasa dirinya yang didhalimi dan
lawannyalah yang berbuat dhalim kepadanya.
Tetapi, jika dia memperhatikan secara mendalam,
kenyataannya tidaklah demikian.
Oleh karena itu, kita harus terus introspeksi diri
dan hati-hati dalam berbuat. Agar bisa menilai
apakah langkah kita sudah benar. Wallahu a’lam.
[Sumber : Majalah As-Sunnah edisi 03 – 04

Kehidupan hari-hari yang Islami

KEHIDUPAN SEHARI-HARI YANG ISLAMI
Oleh
Syaikh Abdullah bin Jaarullah bin Ibrahim Al-
Jaarullah
Saudaraku....
Dengan penuh pengharapan bahwa kebahagian
dunia dan akhirat yang akan kita dapatkan, maka
kami sampaikan risalah yang berisikan
pertanyaan-pertanyaan ini kehadapan anda untuk
direnungkan dan di jawab dengan perbuatan.
Pertanyaan-pertanyaan ini sengaja kami angkat
kehadapan anda dengan harapan yang tulus dan
cinta karena Allah Subhanahu wa Ta'ala, supaya
kita bisa mengambil mannfaat dan faedah yang
banyak darinya, disamping itu sebagai bahan
kajian untuk melihat diri kita, sudah sejauh mana
dan ada dimana posisinya selama ini.
Apakah anda selalu shalat Fajar berjama'ah di
masjid setiap hari .?
Apakah anda selalu menjaga Shalat yang lima
waktu di masjid .?
Apakah anda hari ini membaca Al-Qur'an .?
Apakah anda rutin membaca Dzikir setelah selesai
melaksanakan Shalat wajib .?
Apakah anda selalu menjaga Shalat sunnah
Rawatib sebelum dan sesudah Shalat wajib .?
Apakah anda (hari ini) Khusyu dalam Shalat,
menghayati apa yang anda baca .?
Apakah anda (hari ini) mengingat Mati dan
Kubur .?
Apakah anda (hari ini) mengingat hari Kiamat,
segala peristiwa dan kedahsyatannya .?
Apakah anda telah memohon kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala sebanyak tiga kali, agar
memasukkan anda ke dalam Surga .? Maka
sesungguhnya barang siapa yang memohon
demikian, Surga berkata :"Wahai Allah Subhanahu
wa Ta'ala masukkanlah ia ke dalam Surga".
Apakah anda telah meminta perlindungan kepada
Allah Subhanahu wa Ta'ala agar diselamatkan dari
api neraka sebanyak tiga kali .? Maka
sesungguhnya barangsiapa yang berbuat
demikian, neraka berkata :"Wahai Allah peliharalah
dia dari api neraka". Berdasarkan hadits Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam yang
artinya :"Barangsiapa yang memohon Surga
kepada Allah sebanyak tiga kali, Surga
berkata :"Wahai Allah masukkanlah ia ke dalam
Surga. Dan barangsiapa yang meminta
perlindungan kepada Allah agar diselamatkan dari
api neraka sebanyak tiga kali, neraka
berkata :"Wahai Allah selamatkanlah ia dari
neraka". [Hadits Riwayat Tirmidzi dan di
shahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-
Jami No. 911. Jilid 6]
Apakah anda (hari ini) membaca hadits Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam .?
Apakah anda pernah berfikir untuk menjauhi
teman-teman yang tidak baik .?
Apakah anda telah berusaha untuk menghindari
banyak tertawa dan bergurau .?
Apakah anda (hari ini) menangis karena takut
kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala .?
Apakah anda selalu membaca Dzikir pagi dan
sore hari .?
Apakah anda (hari ini) telah memohon ampunan
kepada Allah Subhanahu wa ta'ala atas dosa-dosa
(yang engkau perbuat -pen) .?
Apakah anda telah memohon kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala dengan benar untuk mati
Syahid .? Karena sesungguhnya Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda yang
artinya :"Barangsiapa yang memohon kepada
Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan benar untuk
mati syahid, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala
akan memberikan kedudukan sebagai syuhada
meskipun ia meninggal di atas tempat tidur".
[Hadits Riwayat Tirmidzi, Nasa'i, Ibnu Majah, Ibnu
Hibban dalam shahihnya, Al-Hakim dan ia
menshahihkannya]
Apakah anda telah berdo'a kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala agar ia menetapkan hati
anda atas agama-Nya. ?
Apakah anda telah mengambil kesempatan untuk
berdo'a kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala di
waktu-waktu yang mustajab .?
Apakah anda telah membeli buku-buku agama
Islam untuk memahami agama .? [Tentu dengan
memilih buku-buku yang sesuai dengan
pemahaman yang dipahami oleh para Shahabat
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, karena banyak
juga buku-buku Islam yang tersebar di pasaran
justru merusak pemahaman Islam yang benar,
pent]
Apakah anda telah memintakan ampunan kepada
Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk saudara-
saudara mukminin dan mukminah .? Karena
setiap mendo'akan mereka anda akan mendapat
kebajikan pula.
Apakah anda telah memuji Allah Subhanahu wa
Ta'ala (dan bersyukur kepada-Nya, pent) atas
nikmat Islam .?
Apakah anda telah memuji Allah Subhanahu wa
Ta'ala atas nikmat mata, telinga, hati dan segala
nikmat lainnya .?
Apakah anda hari-hari ini telah bersedekah kepada
fakir miskin dan orang-orang yang
membutuhkannya .?
Apakah anda dapat menahan marah yang
disebabkan urusan pribadi, dan berusaha untuk
marah karena Allah Subhanahu wa Ta'ala saja .?
Apakah anda telah menjauhi sikap sombong dan
membanggakan diri sendiri .?
Apakah anda telah mengunjungi saudara
seagama, ikhlas karena Allah Subhanahu wa
Ta'ala .?
Apakah anda telah menda'wahi keluarga,
saudara-saudara, tetangga, dan siapa saja yang
ada hubungannya dengan diri anda .?
Apakah anda termasuk orang yang berbakti
kepada orang tua .?
Apakah anda mengucapkan "Innaa Lillahi wa
innaa ilaihi raji'uun" jika mendapatkan musibah .?
Apakah anda hari ini mengucapkan do'a ini : "
Allahumma inii a'uudubika an usyrika bika wa
anaa a'lamu wastagfiruka limaa la'alamu = Ya
Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu
dari menyekutukan Engkau sedangkan aku
mengetahui, dan aku memohon ampun kepada-
Mu terhadap apa-apa yang tidak aku ketahui".
Barangsiapa yang mengucapkan yang demikian,
Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menghilangkan
darinya syirik besar dan syirik kecil. [Lihat Shahih
Al-Jami' No. 3625]
Apakah anda berbuat baik kepada tetangga .?
Apakah anda telah membersihkan hati dari
sombong, riya, hasad, dan dengki .?
Apakah anda telah membersihkan lisan dari
dusta, mengumpat, mengadu domba, berdebat
kusir dan berbuat serta berkata-kata yang tidak
ada manfaatnya .?
Apakah anda takut kepada Allah Subhanahu wa
Ta'ala dalam hal penghasilan, makanan dan
minuman, serta pakaian .?
Apakah anda selalu bertaubat kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala dengan taubat yang
sebenar-benarnya di segala waktu atas segala
dosa dan kesalahan .?
Saudaraku ..
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di atas dengan
perbuatan, agar kita menjadi orang yang
beruntung di dunia dan akhirat, inysa Allah.
[Risalah ini dinukilkan dari buku saku Zaad Al-
Muslim Al-Yaumi (Bekalan Muslim Sehari-hari) hal.
51 - 55, bab Hayatu Yaumi Islami yang diambil
dari kitab Al-Wabil Ash-Shoyyib oleh Imam Ibnu
Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah, Penerjmeah
Fariq Gasim Anuz]

Etika dalam BERGAUL

ETIKA BERGAUL
Oleh
Ustadz Fariq bin Gasim Anuz
Bagian Pertama dari Dua Tulisan 1/2
Cita-cita tertinggi seorang muslim, ialah agar
dirinya dicintai Allah, menjadi orang bertakwa
yang dapat diperoleh dengan menunaikan hak-
hak Allah dan hak-hak manusia. diantara tanda-
tanda seseorang dicintai Allah, yaitu jika dirinya
dicintai olah orang-orang shalih, diterima oleh hati
mereka. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi was sallam
bersabda.
“Artinya : Sesungguhnya Allah jika mencintai
seorang hamba, Ia memanggil Jibril,
“Sesungguhnya Aku mencintai si fulan, maka
cintailah ia.”Lalu Jibril mencintainya dan menyeru
kepada penduduk langit, “Sesungguhnya Allah
mencintai si fulan, maka cintailah ia.”Maka
(penduduk langit) mencintainya, kemudian
menjadi orang yang diterima di muka
bumi.” [Hadits Bukhari dan Muslim,dalam Shahih
Jami’ush Shaghir no.283]
Diantara sifat-sifat muslim yang dicintai oleh
orang-orang shalih di muka bumi ini, diantaranya
ia mencintai mereka karena Allah, berakhlak
kepada manusia dengan akhlak yang baik,
memberi manfaat, melakukan hal-hal yang
disukai manusia dan menghindari dari sikap-sikap
yang tidak disukai manusia.
Berikut ini beberapa dalil yang menguatkan
keterangan di atas.
Allah berfirman.
“Artinya : Pergauilah mereka (isteri) dengan baik”.
[An-Nisaa : ’1]
“Artinya : Allah mencintai orang-orang yang
berbuat baik”. [Ali-Imran : 134]
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda.
“Artinya : Bertakwalah engkau dimanapun engkau
berada, Sertailah keburukan itu dengan kebaikan,
niscaya kebaikan itu akan menghapus
keburukan.Dan berakhlaklah kepada manusia
dengan akhlak yang baik” [HR.Tirmidzi, ia
berkata :Hadits hasan]
“Artinya : Seutama-utama amal Shalih, ialah agar
engkau memasukkan kegembiraan kepada
saudaramu yang beriman”.[HR.Ibn Abi Dunya
dan dihasankan olah Syaikh Al-Albani dalam
Shahih Jami’ush Shaghir 1096]
URGENSI PEMBAHASAN ETIKA BERGAUL
Adab bergaul dengan manusia merupakan bagian
dari akhlakul karimah (akhlak yang mulia). akhlak
yang mulia itu sendiri merupakan bagian dari
dienul Islam. Walaupun prioritas pertama yang
diajarkan olah para Nabi adalah tauhid, namun
bersamaan dengan itu, mereka juga mengajarkan
akhlak yang baik. Bahkan Nabi Muhammad
Shalallahu ‘alaihi wassalam diutus untuk
menyempurnakan akhlak. beliau Shalallahu ‘alaihi
wassalam adalah seorang manusia yang
berakhlak mulia. Allah berfirman.
“Artinya : Dan sesungguhnya engkau berada di
atas akhlak yang agung”.[Al-Qalam 4]
Dan kita diperintahkan untuk mengikuti beliau, taat
kepadanya dan menjadikannya sebagai teladan
dalam hidup. Allah telah menyatakan dalam
firman-Nya :
“Artinya : Sungguh telah ada pada diri Rasulullah
itu contoh teladan yang baik” [Al-Ahzab 21]
Dengan mempraktekkan adab-adab dalam
bergaul, maka kita akan memperoleh manfaat,
yaitu berupa ukhuwah yang kuat diantara umat
Islam, ukhuwah yang kokoh, yang dilandasi iman
dan keikhlasan kepada Allah. Allah telah
berfirman.
“Artinya : Dan berpegang teguhlah kalian denga
tali (agama ) Allah bersama-sama , dan janganlah
kalian bercerai-berai, Dan ingatlah nikmat Allah
yang telah Allah berikan kepada kalian, ketika
kalian dahulu bermusuh-musuhan, lalu Allah
lunakkan hati-hati kalian sehingga dengan nikmat-
Nya, kalian menjadi bersaudara, padahal tadinya
kalian berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kalian daripadanya. Demikianlah
Allah menjelaskan kepada kalian ayat-ayatnya,
agar kalian mendapat petunjuk” [Al-Imran : 103]
.
Oleh karena itu, adab-adab bergaul ini sangat
perlu dipelajari untuk kita amalkan. kita harus
mengetahui, bagaimana adab terhadap orang tua,
adab terhadap saudara kita, adab terhadap istri
kita, adab seorang istri terhadap suaminya, adab
terhadap teman sekerja atau terhadap atasan dan
bawahan. Jika kita seorang da’i atau guru, maka
harus mengetahui bagaimana adab bermuamalah
dengan da ’i atau lainnya dan dengan mad’u (yang
didakwahi) atau terhadap muridnya. Demikian
juga apabila seorang guru, atau seorang murid
atau apapun jabatan dan kedudukannya, maka
kita perlu untuk mengetahui etika atau adab-adab
dalam bergaul.
Kurang mempraktekkan etika bergaul,
menyebabkan dakwah yang haq dijauhi oleh
manusia. Manusia menjadi lari dari kebenaran
disebabkan ahli haq atau pendukung kebenaran
itu sendiri melakukan praktek yang salah dalam
bergaul dengan orang lain. Sebenarnya memang
tidaklah dibenarkan seseorang lari dari kebenaran,
disebabkan kesalahan yang dilakukan oleh orang
lain.
Jika inti ajaran yang dibawa oleh seseorang itu
benar, maka kita harus menerimanya, dengan
tidak memperdulikan cara penyampaiannya yang
benar atau salah, etikanya baik atau buruk, akan
tetapi pada kenyataannya, kebanyakan orang
melihat dulu kepada etika orang itu. Oleh karena
itu, mengetahui etika ini penting bagi kita, sebagai
muslim yang punya kewajiban saling menasehati
sesama manusia, agar bisa mempraktekkan cara
bergaul yang benar.
MOTIVASI DALAM BERGAUL
Faktor yang mendorong seorang muslim dalam
bergaul dengan orang lain ialah semata-mata
mencari ridha Allah. ketika seorang muslim
tersenyum kepada saudaranya, maka itu semata-
mata mencari ridha Allah, karena tersenyum
merupakan perbuatan baik. Demikian juga ketika
seorang muslim membantu temannya atau ketika
mendengarkan kesulitan-kesulitan temannya,
ketika menepati janji, tidak berkata-kata yang
menyakitkan kepada orang lain, maka perbuatan-
perbuatan itu semata-mata untuk mencari ridha
Allah, Demikianlah seharusnya. jangan
sebaliknya, yaitu, bertujuan bukan dalam rangka
mencari ridha Allah. Misalnya : bermuka manis
kepada orang lain, menepati janji, berbicara
lemah-lembut, semua itu dilakukan karena
kepentingan dunia. atau ketika berurusan dalam
perdagangan, sikapnya ditunjukkan hanya
semata-mata untuk kemaslahatan dunia. tingkah
laku seperti ini yang membedakan antara muslim
dengan non muslim.
Bisa saja seorang muslim bermuamalah dengan
sesamanya karena tujuan dunia semata.
Seseorang mau akrab, menjalin persahabatan
disebabkan adanya keuntungan yang didapatnya
dari orang lain. Manakala keuntungan itu tidak
didapatkan lagi, maka ia berubah menjadi tidak
mau kenal dan akrab lagi. Atau seseorang senang
ketika oramg lain memberi sesuatu kepadanya,
akan tetapi ketika sudah tidak diberi, kemudian
berubah menjadi benci. Hal seperti itu bisa terjadi
pada diri seorang muslim. Sikap seperti itu
merupakan perbuatan salah.
Al-Imam Ibn Qayyim rahimahullah menjelaskan
dalam kitab Zaadul Ma’ad juz ke-4 hal 249 :
“Diantara kecintaan terhadap sesama muslim ada
yang disebut mahabbatun linaili gharadlin minal
mahbud, yaitu suatu kecintaan untuk mencapai
tujuan dari yang dicintainya, bisa jadi tujuan yang
ingin ia dapatkan dari kedudukan orang tersebut,
atau hartanya, atau ingin mendapatkan manfaat
berupa ilmu dan bimbingan orang tersebut, atau
untuk tujuan tertentu; maka yang demikian itu
disebut kecintaan karena tendensi. atau karena
ada tujuan yang ingin dicapai, kemudian
kecintaan ini akan lenyap pula seiring dengan
lenyapnya tujuan tadi. Karena sesungguhnya,
siapa saja yang mencintaimu dikarenakan adanya
suatu keperluan, maka ia akan berpaling darimu
jika telah tercapai keinginannya”. hal seperti ini
sering terjadi dalam kehidupan kita.
Contohnya :seorang karyawan sangat
menghormati dan perhatian kepada atasannya di
tempat kerja. tetapi apabila atasannya itu sudah
pensiun atau sudah tidak menjabat lagi, karyawan
ini tidak pernah memikirkan dan
memperhatikannya lagi.
Begitu juga ketika seseorang masih menjadi
murid, sangat menghormati gurunya. Namun
ketika sudah lulus (tidak menjadi muridnya lagi),
bahkan sekolahnya sudah lebih tinggi dari
gurunya itu, bertemu di jalan pun enggan untuk
menyapa.
Banyak orang yang berteman akrab hanya
sebatas ketika ada kepentingannya saja.yakni
ketika menguntungkannya, dia akrab, sering
mengunjungi, berbincang-bincang dan
memperhatikannya.namun ketika sudah tidak ada
keuntungan yang bisa didapatnya, kenal pun tidak
mau.
Ada juga seseorang yang hanya hormat kepada
orang kaya saja. Adapun kepada orang miskin,
memandang pun sudah tidak mau. Hal semacam
ini bukan berasal aturan-aturan Islam. menilai
seseorang hanya dikarenakan hartanya, hanya
karena nasabnya, hanya karena ilmunya, yaitu
jika kepada orang yang berilmu dia hormat dan
menyepelekan kepada orang yang tak berilmu.
hal-hal seperti itu merupakan perbuatan yang
keliru.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah
menjelaskan dalam Majmu’Fatawa juz 10, beliau
berkata: “Jiwa manusia itu telah diberi naluri untuk
mencintai orang yang berbuat baik kepadanya,
namun pada hakekatnya sesungguhnya hal itu
sebagai kecintaan kepada kebaikan, bukan kepada
orang yang telah berbuat baik.apabila orang yang
berbuat baik itu memutuskan kebaikannya atau
perbuatan baiknya, maka kecintaannya akan
melemah, bahkan bisa berbalik menjadi
kebencian. Maka kecintaan demikian bukan karena
Allah.
Barangsiapa yang mencintai orang lain
dikarenakan dia itu memberi sesuatu kepadanya,
maka dia semata-mata cinta kepada pemberian.
Dan barang siapa yang mengatakan: “saya cinta
kepadanya karena Allah”, maka dia pendusta.
Begitu pula, barang siapa yang menolongnya,
maka dia semata-mata mencintai pertolongan,
bukan cinta kepada yang menolong. Yang
demikian itu, semuanya termasuk mengikuti
hawa nafsu. Karena pada hakekatnya dia
mencintai orang lain untuk mendapatkan manfaat
darinya, atau agar tehindar dari bahaya.
Demikianlah pada umumnya manusia saling
mencintai pada sesamanya, dan yang demikian
itu tidak akan diberi pahala di akhirat, dan tidak
akan memberi manfaat bagi mereka. Bahkan bisa
jadi hal demikian itu mengakibatkan terjerumus
pada nifaq dan sifat kemunafikan.
Ucapan Ibn Taimiyah rahimahullah ini sesuai
dengan firman Allah dalam surat Az-Zukhruf
67,artinya: “teman-teman akrab pada hari itu
sebagiannya akan menjadi musuh bagi sebagian
yang lain, kecuali orang-orang bertakwa. adapun
orang-orang bertakwa, persahabatan mereka
akan langgeng sampai di alam akhirat, karena
didasari lillah dan fillah. Yaitu cinta karena Allah.
Sebaliknya, bagi orang-orang yang tidak
bertakwa, di akhirat nanti mereka akan menjadi
musuh satu sama lain. Persahabatan mereka
hanya berdasarkan kepentingan dunia. Diantara
motto mereka ialah: “Tidak ada teman yang abadi,
tidak ada musuh yang abadi, yang ada hanya
kepentingan yang abadi”.
Dasar persahabatan mereka bukan karena dien,
tetapi karena kepentingan duniawi. Berupa ambisi
untuk mendapatkan kekuasaan, harta dan
sebagainya dengan tidak memperdulikan apakah
cara yang mereka lakukan diridhoi Allah, sesuai
dengan aturan-aturan Islam ataukah tidak.
[Sumber : Majalah As-Sunnah edisi 03 – 04

Mengapa HARUS Berhijab

MENGAPA WANITA HARUS BERHIJAB?
Pertanyaan ini sangat penting namun
jawabannya justru jauh lebih penting. Satu
pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang
cukup panjang. Jilbab atau hijab merupakan satu
hal yang telah diperintahkan oleh Sang Pembuat
syariat. Sebagai syariat yang memiliki
konsekwensi jauh ke depan, menyangkut
kebahagiaan dan kemashlahatan hidup di dunia
dan akhirat. Jadi, persoalan jilbab bukan hanya
persoalan adat ataupun mode fashion Jilbab
adalah busana universal yang harus dikenakan
oleh wanita yang telah mengikrarkan
keimanannya. Tak perduli apakah ia muslimah
Arab, Indonesia, Eropa ataupun Cina. Karena
perintah mengenakan hijab ini berlaku umum
bagi segenap muslimah yang ada di setiap
penjuru bumi.
Berikut kami ulas sebagian jawaban dari
pertanyaan di atas:
Pertama : Sebagai bentuk ketaatan kepada Allah
dan RasulNya.
Ketaatan merupakan sumber kebahagian dan
kesuksesan besar di dunia dan akherat.
Seseorang tidak akan merasakan manisnya iman
manakala ia enggan
merealisasikan,mengaplikasikan serta
melaksanakan segenap perintah Allah dan
RasulNya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ
فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
"Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya,
maka sesungguhnya ia telah mendapat
kemenangan yang besar". [Al Ahzab:71]
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
ذَاقَ طَعْمَ الإِيماَنِ مَنْ رَضِيَ
بالله رَباًّ وَبالإسْلامِ دِيْناً
وَبِمُحَمَّدٍ رَسُوْلًا .
"Sungguh akan merasakan manisnya iman,
seseorang yang telah rela Allah sebagaiRabb,
Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai
Rasul utusan Allah". [HR Muslim].
Kedua : Pamer aurat dan keindahan tubuh
merupakan bentuk maksiat yang mendatangkan
murka Allah dan RasulNya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
وَمَن يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ
ضَلَّ ضَلاَلاً مُّبِينًا
"Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan
RasulNya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat
yang nyata". [Al Ahzab:36].
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
كُلُّ أُمَّتِي مُعَافىً إلاَّ
المُجَاهِرُن.
"Setiap umatku (yang bersalah) akan dimaafkan,
kecuali orang yang secara terang-terangan
(berbuat maksiat)". [Muttafaqun alaih].
Sementara wanita yang pamer aurat dan
keindahan tubuh sama artinya dia telah berani
menampakkan kemaksiatan secara terang-
terangan.
Ketiga : Sesungguhnya Allah memerintahkan
hijab untuk meredam berbagai macam fitnah
(kerusakan)
Jika berbagai macam fitnah redup dan lenyap,
maka masyarakat yang dihuni oleh kaum wanita
berhijab akan lebih aman dan selamat dari fitnah.
Sebaliknya, masyarakat yang dihuni oleh wanita
yang gemar bertabarruj (berdandan seronok),
pamer aurat dan keindahan tubuh, sangatlah
rentan terhadap ancaman berbagai fitnah dan
pelecehan seksual serta gejolak syahwat yang
membawa malapetaka dan kehancuran yang
sangat besar. Jasad yang bugil jelas akan
memancing perhatian dan pandangan berbisa.
Itulah tahapan pertama bagi penghancuran dan
pengrusakan moral dan peradaban sebuah
masyarakat.
Keempat : Tidak berhijab dan pamer perhiasan
akan mengundang fitnah bagi laki-laki.
Seorang wanita apabila memamerkan bentuk
tubuh dan perhiasannya di hadapan laki-laki non
mahram, jelas akan mengundang perhatian
kaum laki-laki hidung belang dan serigala berbulu
domba. Jika ada kesempatan mereka pasti akan
memangsa dengan ganas laksana singa sedang
kelaparan.
Seorang penyair berkata,
نظرة فإبتسامة فسلام * فكلام فموعد فلقاء .
"Berawal dari pandangan lalu senyuman
kemudian salam disusul pembicaraan lalu
berakhir dengan janji dan pertemuan".
Kelima : Seorang wanita muslimah yang menjaga
hijab, secara tidak langsung ia berkata kepada
semua kaum laki-laki,“Tundukkanlah
pandanganmu, aku bukan milikmu dan kamu
juga bukan milikku. Aku hanya milik orang yang
dihalalkan Allah bagiku. Aku orang merdeka yang
tidak terikat dengan siapapun dan aku tidak
tertarik dengan siapapun karena aku lebih tinggi
dan jauh lebih terhormat dibanding mereka.”
Adapun wanita yang bertabarruj atau pamer
aurat dan menampakkan keindahan tubuh di
depan kaum laki-laki hidung belang, secara tidak
langsung ia berkata, “Silahkan anda menikmati
keindahan tubuhku dan kecantikan wajahku.
Adakah orang yang mau mendekatiku? Adakah
orang yang mau memandangku? Adakah orang
yang mau memberi senyuman kepadaku?
Ataukah ada orang yang berseloroh,“Aduhai
betapa cantiknya dia?”. Mereka berebut menikmati
keindahan tubuhnya dan kecantikan wajahnya
hingga mereka pun terfitnah.
Manakah di antara dua wanita di atas yang lebih
merdeka? Jelas, wanita yang berhijab secara
sempurna akan memaksa setiap lelaki untuk
menundukkan pandangan mereka dan bersikap
hormat ketika melihatnya, hingga mereka
menyimpulkan bahwa dia adalah wanita
merdeka, bebas dan sejati.
Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta'ala
menjelaskan hikmah di balik perintah
mengenakan hijab dengan firmanNya.
ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلاَ
يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا
رَّحِيمًا
"Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.
Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Pengasih".
[Al Ahzab : 59]
Wanita yang menampakkan aurat dan keindahan
tubuh serta kecantikan parasnya, laksana
pengemis yang merengek-rengek untuk
dikasihani. Tanpa sadar mereka rela menjadi
mangsa kaum laki-laki bejat dan rusak. Dia
menjadi wanita terhina, terbuang, murahan dan
kehilangan harga diri dan kesucian. Dan dia telah
menjerumuskan dirinya dalam kehancuran dan
malapetaka hidup.
SYARAT-SYARAT HIJAB
Hijab sebagai bagian dari syariat islam, memiliki
batasan-batasan jelas. Para ulama pembela
agama Allah telah memaparkan dalam tulisan-
tulisan mereka seputar kriteria hijab. Setiap
mukminah hendaknya memperhatikan batasan
syariat berkaitan dengan hijab ini. Menjadikan
Kitabullah dan Sunnah NabiNya sebagai dasar
rujukan dalam beramal, serta tidak berpegang
kepada pendapat-pendapat menyimpang dari
para pengekor hawa nafsu. Dengan demikian
tujuan disyariatkanya hijab dapat terwujud,
bi’aunillah.
Diantara syarat-syarat hijab antara lain:
Pertama : Hendaknya menutup seluruh tubuh
dan tidak menampakkan anggota tubuh
sedikitpun selain yang dikecualikan. Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ
أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ
فُرُوجَهُنَّ وَلاَيُبْدِينَ
زِينَتَهُنَّ إِلاَّمَاظَهَرَ مِنْهَا
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى
جُيُوبِهِنَّ
"Dan katakanlah kepada wanita-wanita mukminat,
hendaklah mereka menundukkan pandangan
mereka dan janganlah menampakkan perhiasan
mereka kecuali yang biasa nampak dan hendaklah
mereka menutupkan kain kerudung ke dada
mereka". [An Nuur:31].
Dan juga firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
يَآأَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لأَزْوَاجِكَ
وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ الْمُؤْمِنِينَ
يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن
جَلاَبِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن
يُعْرَفْنَ فَلاَ يُؤْذَيْنَ وَكَانَ
اللهُ غَفُورًا رَّحِيمًا }59*{ لَّئِن
لَّمْ يَنْتَهِ الْمُنَافِقُونَ
وَالَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ
وَالْمُرْجِفُونَ فِي الْمَدِينَةِ
لَنُغْرِيَنَّكَ بِهِمْ ثُمَّ
لاَيُجَاوِرُونَكَ فِيهَآ إِلاَّ
قَلِيلاً
"Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu,
anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang
mukmin,“Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya keseluruh tubuh mereka.” Yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan
Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyanyang". [Al Ahzab : 59].
Kedua : Hendaknya hijab tidak menarik perhatian
pandangan laki-laki bukan mahram. Agar hijab
tidak memancing pandangan kaum laki-laki maka
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
-. Hendaknya hijab terbuat dari kain yang tebal
tidak menampakkan warna kulit tubuh.
-. Hendaknya hijab tersebut longgar dan tidak
menampakkan bentuk anggota tubuh.
-. Hendaknya hijab tersebut bukan dijadikan
sebagai perhiasan bahkan harus memiliki satu
warna bukan berbagai warna dan motif.
-. Hijab bukan merupakan pakaian kebanggaan
dan kesombongan.
Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam berikut.
من لبس ثوب شهرة في الدنيا ألبسه الله ثوب
مذلة يوم القيامة ثم ألهب فيه النار .
"Barangsiapa yang mengenakan pakaian
kesombongan di dunia maka Allah akan
mengenakan pakaian kehinaan nanti pada hari
kiamat kemudian ia dibakar dalam Neraka”. [HR
Abu Daud dan Ibnu Majah, dan hadits ini hasan]
-. Hendaknya hijab tersebut tidak diberi parfum
atau wewangian. Dasarnya adalah hadits dari Abu
Musa Al Asy’ary Radhiyallahu 'anhu, dia berkata
bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda.
أَيُّماَ امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ
فَمَرَّتْ عَليَ قَوْمٍ لِيَجِدوُا
رِيْحَهَافهي زَانِيَةٌ .
"Siapapun wanita yang mengenakan wewangian
lalu melewati segolongan orang agar mereka
mencium baunya, maka ia adalah wanita pezina".
[HR Abu Daud, Nasa’i dan Tirmidzi, dan hadits ini
Hasan]
Ketiga : Hendaknya pakaian atau hijab yang
dikenakan tidak menyerupai pakaian laki-laki atau
pakaian wanita kafir. Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda.
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ .
"Barangsiapa yang menyerupai kaum maka dia
termasuk bagian dari mereka". [HR Ahmad dan
Abu Daud]
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengutuk
laki-laki yang mengenakan pakaian wanita serta
mengutuk wanita yang berpakaian seperti laki-
laki. [HR Abu daud Nasa’i dan Ibnu Majah, dan
hadits ini sahih].
Catatan :
Syaikh Albani dalam kitabnya Jilbab Al Mar’ah Al
Muslimah Fil Kitab Was Sunnah mengatakan,
menutup wajah adalah sunnah hukumnya (tidak
wajib) akan tetapi yang memakainya mendapat
keutamaan. Wallahu a’lam
Tulisan ini saya tujukan kepada saudari-saudariku
seiman yang sudah berhijab agar lebih
memantapkan hijabnya hanya untuk mencari
wajah Allah. Juga bagi mereka yang belum
berhijab agar bertaubat dan segera memulainya
sehingga mendapat ampunan dari Allah Azza wa
Jalla.
Wallahu waliyyut taufiq
(Ummu Ahmad Rifqi )
Maraji’:
-Al Afrah, Ahmad bin Abdul Aziz Hamdani.
-Tanbihaat Ahkaami Takhtasu Bil Mukminaat, Dr.
Shalih Fauzan bin Abdullah Al Fauzan.
-Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah Fil Kitabi Was
Sunnah, Syaikh Nashiruddin Al Albani.
[Disalin dari majalah As-Sunnah

Thursday, December 30, 2010

PENGHANCUR AMAL

PENGHANCUR AMAL
Suatu ketika Rasulullah SAW dan para sahabatnya
duduk di masjid sedang menunggu datangnya
shalat Ashar. Tiba-tiba, Beliau SAW bersabda:
“Tak lama lagi akan datang calon penghuni
surga.” Mendengar hal tersebut, Anas bin Malik
penasaran dan ingin mengetahui siapa gerangan
yang dimaksud. Tak lama kemudian masuklah
seorang pria berpenampilan sederhana. Dari
janggutnya masih menetes bekas air wudhu.
Sesampai di masjid ia shalat dua rakaat. Ketika
waktu Ashar tiba, ia pun ikut shalat berjama’ah.
Keesokan harinya, diwaktu yang sama, Rasulullah
SAW mengulang lagi sabdanya, “Segera akan
datang seorang pria calon penghuni surga.”
Ternyata, sosok yang dimaksud adalah pria itu
lagi. Hal itu terjadi tiga hari berturut-turut, dan
yang dimaksud pria itu juga.
Peristiwa itu tidak hanya membuat penasaran
sahabat Anas bin Malik, tapi juga menarik
perhatian Abdullah Ibnu Umar. Ia pun tertarik
untuk mengetahui rahasia dan keistimewaan
yang dimiliki laki-laki itu. Selepas Isya’, Abdullah
Ibnu Umar sengaja membuntuti sampai ke
rumahnya. Aksi Ibnu Umar tersebut diketahui
oleh pria tersebut. “Aku lihat sejak dari masjid
engkau mengikutiku. Apa maksudmu?”, tanya
laki-laki itu.
Abdullah mengutarakan keinginannya untuk
menginap di rumah laki-laki itu. Kesederhanaan
tempat tinggal dan jamuan makan malam tak
mengundang rasa penasaran Abdullah.
Ia sengaja tidak tidur semalaman karena ingin
menyaksikan pria itu bangun dan melaksanakan
qiyamul lail. Usai shalat tahajjud ia tidur kembali
dan bangun menjelang shalat subuh.
Kemudian, bersama Abdullah bin Umar, ia
berangkat bekerja sebagai tukang batu. Sorenya
pria itu ke masjid dan malamnya pulang ke
rumah. Abdullah bin Umar mengikuti laki-laki itu
hingga tiga hari lamanya. Tidak ada yang aneh.
Pada malam terakhir menginap, Abdullah bin
Umar berkata, “Aku sengaja menginap di
rumahmu karena mendengar Rasulullah SAW
mengatakan anda adalah calon penghuni surga.
Aku ingin tahu apa keistimewaan anda sehingga
anda mendapat jaminan itu?”
Mulanya laki-laki tersebut menjawab biasa saja. Ia
pun tidak tahu. “Aku tak melakukan ibadah
apapun melebihi kebiasaanku”, katanya.
Selanjutnya ia berkata, “Aku hanya istiqomah
melakukan kewajibanku tepat pada waktunya.
Aku tak menyakiti seorang manusia pun. Aku tak
pernah dengki terhadap suatu nikmat yang
ALLAH berikan pada orang lain. Mendengar
jawaban lelaki itu, Abdullah berkata, “Inilah yang
yang telah mengangkat derajat diri anda menjadi
penghuni surga seperti yang disabdakan oleh
Rasulullah SAW.” (HR. Ahmad).
Ya, kasih sayang ALLAH meliputi semua
makhluk-NYA, baik ketika hidup di dunia maupun
hidup di akhirat. ALLAH menyiapkan surga, tak
hanya untuk orang-orang yang berkedudukan
istimewa. Orang biasa yang hanya melakukan
amalan biasa-biasa juga bisa menikmati surga.
Kebersahajaan ibadah, disempurnakan dengan
akhlakul karimah.
AMALAN BERAT PADA TIMBANGAN AKHIRAT
Di akhirat kelak, amalan yang timbangannya amat
berat adalah akhlak, sebagaimana sabda
Rasulullah, “Tak ada sesuatu yang lebih berat
dalam timbangan (pada hari kiamat) dari akhlak
yang baik.” (HR. Abu Dawud)
Akhlak inilah yang pada hari akhirat banyak
membantu kaum muslimin memperoleh surga.
Sebaliknya karena akhlak pula banyak orang yang
tergelincir masuk neraka.
Mereka inilah yang disebut-sebut oleh Rasulullah
SAW sebagai orang yang bangkrut. Nabi SAW
bersabda, “Sesungguhnya orang yang bangkrut
dari umatku ialah yang datang pada hari kiamat
dengan amalan puasa, shalat dan zakat, tetapi dia
pernah mencaci-maki orang ini dan menuduh
orang itu berbuat zina. Dia pernah makan harta
orang itu lalu dia menanti orang ini menuntut dan
mengambil pahalanya (sebagai tebusan atas
dosa-dosanya, maka dosa orang-orang yang
menuntut itu diletakkan di atas bahunya lalu dia
dihempaskan ke api neraka.”(HR. Muslim)
Demikian utamanya akhlak baik, sehingga
Rasulullah menegaskan, “Orang yang paling dekat
denganku kedudukannya pada hari kiamat ialah
orang yang paling baik akhlaknya dan sebaik-baik
kamu adalah yang paling baik terhadap
keluarganya.” (HR. Ar-Ridha).
PENGHANCUR KEBAIKAN
Jika akhlak baik dapat mengangkat derajat
seseorang sampai pada posisi puncak sebagai
penghuni surga walaupun ibadahnya biasa-biasa
saja, yaitu merasa cukup dan tidak dengki pada
orang lain. Maka sebaliknya, jika ada rasa dengki,
maka sifat ini sangat berbahaya. Rasulullah SAW
menegaskan, “Waspadalah terhadap hasud (iri
dan dengki), sesungguhnya hasud mengikis
pahala-pahala sebagaimana api memakan kayu
bakar.” (HR. Abu Dawud)
Sifat dengki adalah keinginan seseorang agar
nikmat yang ada pada orang lain hilang. Sifat ini
biasanya selalu ada pada setiap pembenci,
sombong dan kikir. Bila orang lain mendapat
kebaikan, niscaya ia bersedih hati dan bila orang
lain mendapat bencana ia justru bergembira.
Umar bin Khattab pernah berkata, “Cukup sebagai
bukti si pendengki terhadapmu manakala ia
merasa gundah di saat kamu bahagia.”
Abu Al-Laits As-Samarqandi, seorang ulama
berkata, “Lima perkara akan sampai pada
pedengki sebelum kedengkiannya sampai pada
orang yang didengkinya. Pertama, kegundahan
yang tidak henti. Kedua, mendapat musibah yang
tak berbuah pahala. Ketiga, celaan yang tak
berujung pujian. Keempat, kemurkaan Rabb.
Kelima, tertutupnya pintu taufik baginya.”
Hasad adalah penyakit yang selalu menyebabkan
orang lain tersakiti dan terzhalimi. Sang pendengki
biasanya selalu meradang terhadap orang yang
tak berdosa.
Kisah Habil dan Qabil, serta Nabi Yusuf dan
saudara-saudaranya menjadi pelajaran bagi kita.
Ketika kedengkian mencapai puncaknya, ia akan
melahap apa saja yang ada di sekitarnya.
“Kedengkian memakan kebaikan sebagaimana api
memakan kayu bakar”, (HR. Abu Dawud dari Abu
Hurairah dan Ibnu Majah dari Anas)
“ Penyakit umat sebelum kamu telah menular
kepada kamu. Yaitu hasad dengki dan
permusuhan. Permusuhan tersebut ialah pengikis
dan atau pencukur. Saya tidak maksudkannya ia
mencukur rambut, tetapi (yang saya maksudkan)
ialah mengikis agama. (HR. Baihaqi)
OBAT PENYAKIT DENGKI
Sifat dengki bukan penyakit yang tak bisa diobati.
Bak penyakit kanker, untuk menghilangkannya tak
bisa dipotong ujungnya saja. Ia harus dipangkas
dan dikikis sampai ke akar-akarnya.
Sumber penyakit dengki adalah hati. Karenanya,
cara ampuh untuk mengikis dengki adalah
dengan membersihkan hati. Di antara hal yang
harus dilakukan adalah:
1. Memupuk Keikhlasan
Diriwayatkan oleh Zaid bin Tsabit bahwa
Rasulullah SAW bersabda, “Ada tiga hal yang bisa
menyebabkan hati seorang mukmin tidak akan
dengki. Yaitu, ikhlas beramal, (berani) menasehati
pemimpin, tetap berjama’ah dalam barisan kaum
muslimin karena doa mereka akan melindungi
orang-orang dibelakangnya.” (HR Ahmad 4/80,
Ibnu Majah 230, al-Hakim 1/86-87)
2. Membaca al-Qur ’an
Al-Qur’an adalah obat dan yang akan membuka
tirai penghalang dari rahmat ALLAH. Firman
ALLAH, “Dan KAMI turunkan dari al-Qur’an
sesuatu yang menjadi obat dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman” (QS. Al-Isra’: 82).
Juga, ALLAH tegaskan, “Hai manusia,
sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran
dari RABBmu, dan penyembuh bagi penyakit-
penyakit (yang berada) dalam dada.” (QS. Yunus:
57)
3. Bersedekah
Sedekah seperti penebus. Ia merupakan sarana
penyuci jiwa. ALLAH berfirman, “Ambillah zakat
dari harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan menyucikan mereka.” (QS.at-
Taubah: 103)
4. Sebarkan salam
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasululllah
SAW bersabda, “Demi DZAT yang jiwaku ada
digenggaman-NYA, sesungguhnya kalian tidak
akan masuk surga hingga kalian beriman. Kalian
tidak dikatakan beriman (dengan sempurna)
sebelum kalian saling mencintai. Maukah aku
tunjukkan suatu perbuatan yang jika kalian
lakukan kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah
salam di antara kalian.”(HR. Muslim)
5. Berdoa
Cara inilah yang ditempuh orang-orang shalih
yang diabadikan dalam al-Qur’an, “Dan orang-
orang yang sesudah meraka berdoa, “Ya RABB
kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara
kami yang telah beriman lebih dulu dari kami.
Janganlah ENGKAU membiarkan kedengkian
dalam hati kami terhadap orang-orang yang
beriman. Ya RABB kami sesungguhnya ENGKAU
Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-
Hasyr: 10)
Dengan memperhatikan hal di atas, Insya ALLAH
kita bisa mengikis dengki yang merupakan
penyebab rusaknya jalinan persaudaraan umat
Islam. Seiring lenyapnya kedengkian dalam
pribadi kaum Muslimin, rasa persaudaraan akan
semakin tumbuh, berkembang dan
membuahkan karya berguna bagi umat.
Sumber Tulisan:
Sabili edisi No. 5 TH XIII 22 September 2005

Wednesday, December 29, 2010

Arti Cinta, Rindu danCemburu dalam Islam

Author: Raisa Hakim
Banyak orang berbicara tentang masalah ini tapi
tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Atau tidak
menjelaskan batasan-batasan dan maknanya
secara syar ’i. Dan kapan seseorang itu keluar dari
batasan-batasan tadi. Dan seakan-akan yang
menghalangi untuk membahas masalah ini
adalah salahnya pemahaman bahwa
pembahasan masalah ini berkaitan dengan akhlaq
yang rendah dan berkaitan dengan perzinahan,
perkataan yang keji. Dan hal ini adalah salah. Tiga
perkara ini adalah sesuatu yang berkaitan dengan
manusia yang memotivasi untuk menjaga dan
mendorong kehormatan dan kemuliaannya. Aku
memandang pembicaraan ini yang terpenting
adalah batasannya, penyimpangannya,
kebaikannya, dan kejelekannya. Tiga kalimat ini
ada dalam setiap hati manusia, dan mereka
memberi makna dari tiga hal ini sesuai dengan
apa yang mereka maknai.
Cinta (Al-Hubb)
Cinta yaitu Al-Widaad yakni kecenderungan hati
pada yang dicintai, dan itu termasuk amalan hati,
bukan amalan anggota badan/dhahir. Pernikahan
itu tidak akan bahagia dan berfaedah kecuali jika
ada cinta dan kasih sayang diantara suami-isteri.
Dan kuncinya kecintaan adalah pandangan. Oleh
karena itu, Rasulullah Sawmenganjurkan pada
orang yang meminang untuk melihat pada yang
dipinang agar sampai pada kata sepakat dan cinta,
seperti telah kami jelaskan dalam bab Kedua.
Sungguh telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad
dan Nasa ’i dari Mughirah bin Su’bah r.a berkata :
“Aku telah meminang seorang wanita”, lalu
Rasulullah Sawbertanya kepadaku : “Apakah
kamu telah melihatnya ?” Aku berkata : “Belum”,
maka beliau bersabda : “Maka lihatlah dia, karena
sesungguhnya hal itu pada akhirnya akan lebih
menambah kecocokan dan kasih sayang antara
kalian berdua ”
Sesungguhnya kami tahu bahwa kebanyakan dari
orang-orang, lebih-lebih pemuda dan pemudi,
mereka takut membicarakan masalah “cinta”,
bahkan umumnya mereka mengira pembahasan
cinta adalah perkara-perkara yang haram, karena
itu mereka merasa menghadapi cinta itu dengan
keyakinan dosa dan mereka mengira diri mereka
bermaksiat, bahkan salah seorang diantara
mereka memandang, bila hatinya condong pada
seseorang berarti dia telah berbuat dosa.
Kenyataannya, bahwa di sini banyak sekali
kerancuan-kerancuan dalam pemahaman mereka
tentang “cinta” dan apa-apa yang tumbuh dari
cinta itu, dari hubungan antara laki-laki dan
perempuan. Dimana mereka beranggapan bahwa
cinta itu suatu maksiat, karena sesungguhnya dia
memahami cinta itu dari apa-apa yang dia lihat
dari lelaki-lelaki rusak dan perempuan-perempuan
rusak yang diantara mereka menegakkan
hubungan yang tidak disyariatkan. Mereka saling
duduk, bermalam, saling bercanda, saling
menari, dan minum-minum, bahkan sampai
mereka berzina di bawah semboyan cinta.
Mereka mengira bahwa ‘cinta’ tidak ada lain
kecuali yang demikian itu. Padahal sebenarnya
tidak begitu, tetapi justru sebaliknya.
Sesungguhnya kecenderungan seorang lelaki
pada wanita dan kecenderungan wanita pada
lelaki itu merupakan syahwat dari syahwat-
syahwat yang telah Allah hiaskan pada manusia
dalam masalah cinta. Artinya Allah menjadikan di
dalam syahwat apa-apa yang menyebabkan hati
laki-laki itu cenderung pada wanita, sebagaimana
firman Allah Swt :
["Dijadikan indah pada (pandangan) manusia
kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu :
wanita-wanita, anak-anak,..."] Ali-’Imran : 14
Allah lah yang menghiasi bagi manusia untuk
cinta pada syahwat ini, maka manusia
mencintainya dengan cinta yang besar, dan
sungguh telah tersebut dalam hadits bahwa Nabi
Saw bersabda :
["Diberi rasa cinta padaku dari dunia kalian :
wanita dan wangi-wangian dan dijadikan
penyejuk mataku dalam sholat"] HR Ahmad,
Nasa’i, Hakim dan Baihaqi.
Andaikan tidak ada rasa cinta lelaki pada wanita
atau sebaliknya, maka tidak ada pernikahan, tidak
ada keturunan dan tidak ada keluarga. Namun,
Allah Swt tidaklah menjadikan lelaki cinta pada
wanita atau sebaliknya supaya menumbuhkan
diantara keduanya hubungan yang diharamkan,
tetapi untuk menegakkan hukum-hukum yang
disyari ’atkan dalam bersuami isteri, sebagaimana
tercantum dalam hadits Ibnu Majah, dari Abdullah
bin Abbas r.a berkata : telah bersabda Rasulullah
Saw:
["Tidak terlihat dua orang yang saling mencintai,
seperti pernikahan"]
Dan agar orang-orang Islam menjauhi jalan-jalan
yang rusak atau keji, maka Allah telah menyuruh
yang pertama kali agar menundukan pandangan,
karena ‘pandangan’ itu kuncinya hati, dan Allah
telah haramkan semua sebab-sebab yang
mengantarkan pada fitnah, dan kekejian, seperti
berduaan dengan orang yang bukan
mahramnya, bersenggolan, bersalaman,
berciuman antara lelaki dan wanita, karena
perkara ini dapat menyebabkan condongnya hati.
Maka bila hati telah condong, dia akan sulit sekali
menahan jiwa setelah itu, kecuali yang dirahmati
Allah Swt.
Bahwa Allah tidak akan menyiksa manusia dalam
kecenderungan hatinya. Akan tetapi manusia akan
disiksa dengan sebab jika kecenderungan itu
diikuti dengan amalan-amalan yang diharamkan.
Contohnya : apabila lelaki dan wanita saling
pandang memandang atau berduaan atau duduk
cerita panjang lebar, lalu cenderunglah hati
keduanya dan satu sama lainnya saling mencinta,
maka kecondongan ini tidak akan menyebabkan
keduanya disiksanya, karena hal itu berkaitan
dengan hati, sedang manusia tidak bisa untuk
menguasai hatinya. Akan tetapi, keduanya diazab
karena apa yang dia lakukan. Dan karena
keduanya melakukan sebab-sebab yang
menyampaikan pada ‘cinta’, seperti perkara yang
telah kami sebutkan. Dan keduanya akan dimintai
tajawab, dan akan disiksa juga dari setiap
keharaman yang dia perbuat setelah itu.
Adapun cinta yang murni yang dijaga
kehormatannya, maka tidak ada dosa padanya,
bahkan telah disebutkan olsebagian ulama seperti
Imam Suyuthi, bahwa orang yang mencintai
seseorang lalu menjaga kehormatan dirinya dan
dia menyembunyikan cintanya maka dia diberi
pahala, sebagaimana akan dijelaskan dalam
ucapan kami dalam bab ‘Rindu’. Dan dalam
keadaan yang mutlak, sesungguhnya yang paling
selamat yaitu menjauhi semua sebab-sebab yang
menjerumuskan hati dalam persekutuan cinta,
dan mengantarkan pada bahaya-bahaya yang
banyak, namun …..sangat sedikit mereka yang
selamat.
Rindu (Al-’Isyq)
Rindu itu ialah cinta yang berlebihan, dan ada
rindu yang disertai dengan menjaga diri dan ada
juga yang diikuti dengan kerendahan. Maka rindu
tersebut bukanlah hal yang tercela dan keji secara
mutlak. Tetapi bisa jadi orang yang rindu itu,
rindunya disertai dengan menjaga diri dan
kesucian, dan kadang-kadang ada rindu itu
disertai kerendahan dan kehinaan.
Sebagaimana telah disebutkan, dalam ucapan
kami tentang cinta maka rindu juga seperti itu,
termasuk amalan hati, yang orang tidak mampu
menguasainya. Tapi manusia akan dihisab atas
sebab-sebab yang diharamkan dan atas hasil-
hasilnya yang haram. Adapun rindu yang disertai
dengan menjaga diri padanya dan
menyembunyikannya dari orang-orang, maka
padanya pahala, bahkan Ath-Thohawi menukil
dalam kitab Haasyi ’ah Marakil Falah dari Imam
Suyuthi yang mengatakan bahwa termasuk dari
golongan syuhada di akhirat ialah orang-orang
yang mati dalam kerinduan dengan tetap
menjaga kehormatan diri dan disembunyikan dari
orang-orang meskipun kerinduan itu timbul dari
perkara yang haram sebagaimana pembahasan
dalam masalah cinta.
Makna ucapan Suyuthi adalah orang-orang yang
memendam kerinduan baik laki-laki maupun
perempuan, dengan tetap menjaga kehormatan
dan menyembunyikan kerinduannya sebab dia
tidak mampu untuk mendapatkan apa yang
dirindukannya dan bersabar atasnya sampai mati
karena kerinduan tersebut maka dia mendapatkan
pahala syahid di akhirat. Hal ini tidak aneh jika
fahami kesabaran orang ini dalam kerinduan
bukan dalam kefajiran yang mengikuti syahwat
dan dia bukan orang yang rendah yang
melecehkan kehormatan manusia bahkan dia
adalah seorang yang sabar, menjaga diri
meskipun dalam hatinya ada kekuatan dan ada
keterkaitan dengan yang dirindui, dia tahan
kekerasan jiwanya, dia ikat anggota badannya
sebab ini di bawah kekuasaannya. Adapun
hatinya dia tidak bisa menguasai maka dia
bersabar atasnya dengan sikap afaf (menjaga diri)
dan menyembunyikan kerinduannya sehingga
dengan itu dia mendapat pahala.
Cemburu (Al-Ghairah)
Cemburu ialah kebencian seseorang untuk
disamai dengan orang lain dalam hak-haknya,
dan itu merupakan salah satu akibat dari buah
cinta. Maka tidak ada cemburu kecuali bagi orang
yang mencintai. Dan cemburu itu termasuk sifat
yang baik dan bagian yang mulia, baik pada laki-
laki atau wanita.
Ketika seorang wanita cemburu maka dia akan
sangat marah ketika suaminya berniat kawin dan
ini fitrah padanya. Sebab perempuan tidak akan
menerima madunya karena kecemburuannya
pada suami, dia senang bila diutamakan, sebab
dia mencintai suaminya. Jika dia tidak mencintai
suaminya, dia tidak akan peduli (lihat pada bab I).
Kita tekankan lagi disini bahwa seorang wanita
akan menolak madunya, tetapi tidak boleh
menolak hukum syar ’i tentang bolehnya
poligami. Penolakan wanita terhadap madunya
karena gejolak kecemburuan, adapun penolakan
dan pengingkaran terhadap hukum syar ’i tidak
akan terjadi kecuali karena kelalaian dan kesesatan.
Adapun wanita yang shalihah, dia akan menerima
hukum-hukum syariat dengan tanpa ragu-ragu,
dan dia yakin bahwa padanya ada semua
kebaikan dan hikmah. Dia tetap memiliki
kecemburuan terhadap suaminya serta
ketidaksenangan terhadap madunya.
Kami katakan kepada wanita-wanita muslimah
khususnya, bahwa ada bidadari yang jelita
matanya yang Allah Swt jadikan mereka untuk
orang mukmin di sorga. Maka wanita muslimat
tidak boleh mengingkari adanya ‘bidadari’ ini
untuk orang mukmin atau mengingkari hal-hal
tersebut, karena dorongan cemburu. Maka kami
katakan padanya :
Dia tidak tahu apakah dia akan berada bersama
suaminya di surga kelak atau tidak.
Bahwa cemburu tidak ada di surga, seperti yang
ada di dunia.
Bahwasanya Allah Swt telah mengkhususkan
juga bagi wanita dengan kenikmatan-kenikmatan
yang mereka ridlai, meski kita tidak mengetahui
secara rinci.
Surga merupakan tempat yang kenikmatannya
belum pernah terlihat oleh mata, terdengar oleh
telinga dan terbetik dalam hati manusia, seperti
firman Allah Swt
["Seorangpun tidak mengetahui apa yang
disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-
macam nikmat) yang menyedapkan pandangan
mata sebagai balasan terhadap apa yang telah
mereka kerjakan"] As-Sajdah : 17
Oleh karena itu, tak seorang pun mengetahui apa
yang tersembunyi bagi mereka dari bidadari-
bidadari penyejuk mata sebagai balasan pada
apa-apa yang mereka lakukan. Dan di sorga
diperoleh kenikmatan-kenikmatan bagi mukmin
dan mukminat dari apa-apa yang mereka
inginkan, dan juga didapatkan hidangan-
hidangan, dan akan menjadi saling ridho di antara
keduanya sepenuhnya. Maka wajib bagi
keduanya (suami-isteri) di dunia ini untuk beramal
sholeh agar memperoleh kebahagiaan di sorga
dengan penuh kenikmatan dan rahmat Allah Swt
yang sangat mulia lagi pemberi rahmat.
Adapun kecemburuan seorang laki-laki pada
keluarganya dan kehormatannya, maka hal
tersebut ‘dituntut dan wajib’ baginya karena
termasuk kewajiban seorang laki-laki untuk
cemburu pada kehormatannya dan
kemuliaannya. Dan dengan adanya kecemburuan
ini, akan menolak adanya kemungkaran di
keluarganya. Adapun contoh kecemburuan dia
pada isteri dan anak-anaknya, yaitu dengan cara
tidak rela kalau mereka telanjang dan membuka
tabir di depan laki-laki yang bukan mahramnya,
bercanda bersama mereka, hingga seolah-olah
laki-laki itu saudaranya atau anak-anaknya.
Anehnya bahwa kecemburuan seperti ini, di
jaman kita sekarang dianggap ekstrim-fanatik,
dan lain-lain. Akan tetapi akan hilang keheranan itu
ketika kita sebutkan bahwa manusia di jaman kita
sekarang ini telah hidup dengan adat barat yang
jelek. Dan maklum bahwa masyarakat barat
umumnya tidak mengenal makna aib,
kehormatan dan tidak kenal kemuliaan, karena
serba boleh (permisivisme), mengumbar hawa
nafsu kebebasan saja. Maka orang-orang yang
mengagumi pada akhlaq-akhlaq barat ini tidak
mau memperhatikan pada akhlaq Islam yang
dibangun atas dasar penjagaan kehormatan,
kemuliaan dan keutamaan.
Sesungguhnya Rasulullah Saw telah mensifati
seorang laki-laki yang tidak cemburu pada
keluarganya dengan sifat-sifat yang jelek, yaitu
‘ Dayyuuts’. Sungguh ada dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabraani dari Amar
bin Yasir r.a, serta dari Al-Hakim, Ahmad dan
Baihaqi dari Abdullah bin Amr r.a, dari Nabi Saw
bahwa ada tiga golongan yang tidak akan masuk
surga yaitu peminum khomr, pendurhaka orang
tua dan dayyuts. Kemudian Nabi menjelaskan
tentang dayyuts, yaitu orang yang membiarkan
keluarganya dalam kekejian atau kerusakan, dan
keharaman.
Wallahu a’lam

Saturday, December 25, 2010

Ilmu, Perhiasan TakTernilai BagiMuslimah

Ummu Abdillah bintu Mursyid.
Seorang yang mendambakan kebahagiaan hidup
di dunia dan akhirat harus memiliki pedoman
dalam menapaki kehidupannya di dunia. Dan
pedoman hidup seorang hamba semua telah
diatur dalam syariat Islam.
Seorang yang sukses bukanlah orang yang hidup
dengan bersemboyan ‘semau gue’ dengan
mengikuti hawa nafsunya, tapi orang yang
sukses adalah orang yang mengambil Al Qur’an
dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam dengan pemahaman As Salafus Shalih
sebagai pengikat aturan hidupnya. Petunjuk Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam ini tidak mungkin dapat
diketahui tanpa menuntut ilmu syar’i. Karena
itulah, Allah dan Rasul-Nya memerintahkan setiap
Muslim dan Muslimah yang baligh dan berakal
(mukallaf) untuk menuntut ilmu.
Dalam sebuah hadits dari Anas bin Malik
radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam bersabda :
“Menuntut ilmu wajib bagi setiap Muslim.” (HR.
Ahmad dengan sanad hasan. Lihat kitab
Jami’ Bayan Al ‘Ilmi wa Fadllihi karya Ibnu
‘Abdil Bar, tahqiq Abi Al Asybal Az Zuhri,
yang membahas panjang lebar tentang
derajat hadits ini)
Imam Ahmad rahimahullah mengatakan bahwa
ilmu yang wajib dituntut di sini adalah ilmu yang
dapat menegakkan agama seseorang, seperti
dalam perkara shalatnya, puasanya, dan
semisalnya. Dan segala sesuatu yang wajib
diamalkan manusia maka wajib pula
mengilmuinya, seperti pokok-pokok keimanan,
syariat Islam, perkara-perkara haram yang harus
dijauhi, perkara muamalah, dan segala yang
dapat menyempurnakan kewajibannya.
Sebagai hamba Allah, seorang Muslimah wajib
mengenal Rabbnya yang meliputi pengetahuan
terhadap nama-nama, sifat-sifat, dan perbuatan
Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana
diberitakan dalam Al Qur’an dan hadits-hadits
yang shahih. Selain itu, ia harus mengetahui
bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala bersendiri
dalam Mencipta, Mengatur, Memiliki, dan Memberi
Rezeki. Ia pun wajib menunaikan hak-hak Allah,
yaitu beribadah hanya kepada-Nya dan tidak
menyekutukan-Nya dengan sesuatupun,
sebagaimana tujuan penciptaannya. Allah
berfirman :
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia
melainkan untuk beribadah kepada-Ku.” (Adz
Dzariyat : 56)
Seseorang tidak akan berada di atas hakikat
agamanya sebelum ia berilmu atau mengenal
Allah Ta’ala. Pengenalan ini tidak akan terjadi
kecuali dengan menuntut ilmu Dien (Agama
Islam).
Di samping mengenal Allah, seorang Muslimah
juga wajib mengenal Nabi-Nya, yaitu Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, karena beliau
merupakan perantara antara Allah dengan
manusia dalam penyampaian risalah-Nya. Sesuai
dengan makna persaksiannya bahwa
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam adalah
hamba dan Rasul-Nya, maka ia wajib mentaati
segala yang beliau perintahkan, membenarkan
segala yang beliau khabarkan, menjauhi apa yang
beliau larang dan tidak beribadah kepada Allah
kecuali dengan apa yang beliau syariatkan. Hal ini
sesuai dengan perintah Allah Subhanahu wa
Ta’ala :
“Apa yang diberikan Rasul kepada kalian maka
terimalah, dan apa yang dilarangnya bagi kalian
maka tinggalkanlah, dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras
hukumannya.” (Al Hasyr : 7)
Ayat ini merupakan kaidah umum yang agung
dan jelas tentang wajibnya seluruh kaum
Muslimin mengambil sunnah yang telah tetap dan
hadits-hadits shahih dalam aqidah, ibadah,
muamalah, adab, akhlak, seluruhnya. Hal ini tidak
akan diketahui kecuali dengan menuntut ilmu
terlebih dahulu.
Selain mengenal Allah dan Rasul-Nya, seorang
Muslimah juga wajib mengenal agama Islam
sebagai agama yang dianutnya, dengan
memperhatikan dalil-dalil dari Al Qur’an dan As
Sunnah yang shahihah, sehingga ia memiliki
pendirian kokoh, tidak mudah terombang-
ambing. Dan agar ia berada di atas cahaya, bukti,
dan kejelasan dari agamanya.
Inilah masalah pertama yang disebutkan oleh Asy
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
rahimahullah dalam bukunya Al Ushuluts
Tsalatsah, yaitu berilmu sebelum beramal dan
berdakwah.
Seorang Muslimah juga wajib membekali dirinya
dengan ilmu sebelum memasuki jenjang
pernikahan, sehingga ia dapat menunaikan
kewajibannya sesuai dengan tuntunan syariat.
Sebagai isteri, seorang Muslimah dituntut agar
menjadi isteri yang shalihah, sehingga ia dapat
menjadi perhiasan dunia yang paling baik, bukan
justru menjadi fitnah atau musuh bagi suaminya.
Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radhiallahu
‘anhuma berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam bersabda :
“Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik
perhiasan dunia adalah wanita yang shalihah.”
(HR. Muslim)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang
sifat-sifat wanita shalihah :
“… maka wanita shalihah, ialah yang taat kepada
Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak
ada, oleh karena itu Allah telah memelihara
mereka.” (An Nisa’ : 34)
Maksud ayat ini diterangkan oleh Asy Syaikh Abu
Bakar Jabir Al Jazairi dan Asy Syaikh Salim Al Hilali
rahimahumullah bahwa wanita yang shalihah
adalah yang menunaikan hak-hak Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan mentaati-Nya, mentaati
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, dan
menunaikan hak-hak suaminya dengan
mentaatinya dan menghormatinya, serta
menjaga harta suami, anak-anak mereka, dan
kehormatannya tatkala suaminya tidak ada.
Untuk menjadi wanita shalihah yang seperti ini,
seorang Muslimah membutuhkan ilmu.
Sebagai seorang ibu, ia mempunyai tanggung
jawab mendidik anak-anaknya agar menjadi
anak- anak yang shalih dan shalihah. Di bawah
kepemimpinan suami, isteri adalah penjaga
rumah tangga suami dan anak-anaknya,
sebagaimana dalam hadits dari Ibnu ‘Umar
radhiallahu ‘anhuma dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi
Wa Sallam bahwasanya beliau bersabda :
“Laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya,
wanita adalah pemimpin dalam rumah tangga
suaminya dan anak-anaknya, maka setiap kalian
adalah pemimpin, akan ditanya tentang yang
dipimpinnya.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Hasil didikan seorang ibu terhadap anak-anaknya
inilah yang termasuk perkara yang akan
ditanyakan oleh Allah kelak di hari kiamat. Karena
itulah Muslimah harus menuntut ilmu syar’i
sebagai bekal mendidik anak-anak sehingga fitrah
mereka tetap terjaga dan menjadi penyejuk hati
karena keshalihan mereka.
Di tempat lain, bila seorang Muslimah belum
menikah, maka sebagai anak ia wajib taat pada
orang tuanya selama tidak memerintahkan
kepada maksiat. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman :
“Kami wasiatkan kepada manusia supaya berbuat
baik kepada kedua orang tuanya… .” (Al
Ankabut : 8)
Dalam hadits dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash
radhiallahu ‘anhuma dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi
Wa Sallam, beliau bersabda :
“Dosa-dosa besar ialah menyekutukan Allah,
durhaka pada orang tua, membunuh jiwa (tanpa
hak), dan sumpah palsu.” (HR. Bukhari)
Untuk dapat berbuat baik dan menunaikan hak-
hak orang tua dengan benar, seorang Muslimah
tidak bisa lepas dari ilmu.
Seluruh kewajiban ini harus dapat ditunaikan
dengan dasar ilmu. Karena jika tidak, akan terjadi
berbagai kesalahan dan kerusakan. Maka tidak
heran, bila para Muslimah yang bodoh terhadap
agamanya melakukan berbagai praktek kesyirikan
dan kebid’ahan.
Akibat kebodohannya pula, banyak Muslimah
yang durhaka pada suami atau orang tuanya.
Atau terjadi berbagai kesalahan dalam mendidik
anak sehingga muncullah generasi yang
berakhlak buruk, bahkan bisa jadi durhaka pada
orang tua yang telah merawat dan
membesarkannya. Karena kebodohannya pula,
banyak Muslimah yang tidak mengetahui
bagaimana ia harus menjaga kehormatannya,
sehingga ia menjadi fitnah dan terjerumus dalam
perzinahan dan berbagai kemaksiatan. Kita
berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
dari yang demikian itu.
Usamah bin Zaid radhiallahu ‘anhuma berkata,
telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam :
“Aku berdiri di muka pintu Syurga, maka aku
dapatkan mayoritas penghuninya adalah orang-
orang miskin, sedang orang-orang kaya masih
tertahan oleh perhitungan kekayaannya. Dan ahli
neraka telah diperintahkan masuk neraka. Dan
ketika aku berdiri di dekat pintu neraka, maka aku
dapatkan mayoritas penghuninya adalah para
wanita.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hanya dengan menuntut ilmu, seorang Muslimah
akan mengetahui jalan yang selamat. Kaum
Muslimah masa kini akan menjadi baik bila
mereka mau mencontoh para Muslimah generasi
terdahulu (generasi salafuna shalih), mereka
sangat memperhatikan dan bersemangat dalam
menuntut ilmu.
Dalam sebuah hadits dari Abi Sa’id Al Khudri
radhiallahu ‘anhu, ia berkata : “Seorang wanita
mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam dan berkata :
‘Wahai Rasulullah! Kaum lelaki telah membawa
haditsmu, maka jadikanlah bagi kami satu harimu
yang kami datang pada hari tersebut agar engkau
mengajarkan pada kami apa yang telah diajarkan
Allah kepadamu.’ Maka beliau bersabda :
‘Berkumpullah pada hari ini dan ini di tempat ini.’
Maka mereka pun berkumpul, lalu Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mendatangi mereka
dan mengajarkan apa yang telah diajarkan Allah
kepada beliau.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pun
sangat bersemangat mengajar para shahabiyah,
sampai-sampai beliau menyuruh wanita yang
haid, baligh, dan merdeka untuk menyaksikan
kumpulan ilmu dan kebaikan. Bahkan beliau
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam memutuskan udzur
wanita yang tidak memiliki hijab, sebagaimana
yang disebutkan dalam Shahihain dari Ummu
‘Athiyah Al Anshariyah radhiallahu ‘anha, ia
berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
menyuruh kami mengeluarkan wanita yang
merdeka, yang haid, dan yang dipingit untuk
keluar pada hari Iedul Fithri dan Adha. Adapun
yang haid memisahkan diri dari tempat shalat,
dan mereka pun menyaksikan kebaikan dan
dakwah kaum Muslimin. Aku berkata : ‘Wahai
Rasulullah! Salah seorang dari kami tidak memiliki
jilbab.’ Beliau bersabda : ’Hendaklah saudaranya
meminjamkan jilbabnya.’”
Oleh karena itulah, kita dapatkan dalam sejarah
Islam, di antara mereka ada yang menjadi ahli
fiqih, ahli tafsir, sastrawati, dan ahli dalam seluruh
bidang ilmu dan bahasa. Sebagai contoh, Ummul
Mukminin ‘Aisyah radhiallahu ‘anha yang dididik
dalam madrasah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam sehingga beliau menjadi wanita yang
berilmu dan shalihah.
Imam Az Zuhri rahimahullah berkata :
”Seandainya ilmu ‘Aisyah dikumpulkan dan
dibandingkan dengan ilmu seluruh wanita, maka
ilmu ‘Aisyah lebih afdhal.”
Bahkan ‘Aisyah merupakan guru dari beberapa
shahabat, ia menjadi bahan rujukan mereka
dalam masalah hadits, sunnah, dan fiqih. Urwah
bin Az Zubair berkata : “Aku tidak melihat orang
yang lebih mengetahui ilmu fiqih, pengobatan,
dan syi’ir ketimbang ‘Aisyah.”
Para wanita dari kalangan tabi’in juga berdatangan
ke rumah ‘Aisyah untuk belajar, di antara
muridnya adalah Amrah bintu ‘Abdurrahman bin
Sa’ad bin Zurarah. Ibnu Hibban berkata : “Dia
adalah orang yang paling mengetahui hadits-
haditsnya ‘Aisyah.”
Di antara deretan nama wanita generasi terdahulu
yang cemerlang dalam ilmu adalah Hafshah bintu
Sirin yang masyhur dengan ibadahnya,
kefaqihannya, bacaan Al Qur’annya, dan hadits-
haditsnya. Begitu pula Ummu Darda Ash Shuqra
Hujaimah, ia seorang yang faqih, ’alimah, banyak
meriwayatkan hadits, cerdas, masyhur dengan
keilmuan, amalan, dan zuhudnya.
Demikianlah –wahai saudariku Muslimah– mereka
adalah contoh terbaik bagi kita dan telah terbukti
bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mengangkat
derajat orang-orang yang berilmu sebagaimana
firman-Nya :
“Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al
Mujadilah : 11)
Semoga Allah memudahkan jalan bagi kita untuk
menuntut ilmu dan memberikan ilmu yang
bermanfaat. Amin. Wallahu A’lam Bis Shawab.
Maraji’ :
1. Al Qur’anul Karim
2. Inayatun Nisa’ bil Hadits An Nabawi. Abu
‘Ubaidah Masyhur bin Hasan Alu Salman.
3. Nisa’ Haula Ar Rasul. Mahmud Mahdi Al
Istambuli dan Musthafa Abu Nashr Asy Syalbi.
4. Riyadlus Shalihin. Imam Nawawi.
5. Bahjatun Nadhirin. Salim bin ‘Ied Al Hilali.
6. Aisarut Tafasir. Abu Bakar Jabir Al Jazairi.
7. Hasyiyah Ats Tsalatsah Al Ushul. Muhammad
bin Abdul Wahhab.
(Sumber : http://salafy.or.id/salafy.php?
menu=detil&id_artikel=51)

Friday, December 24, 2010

Obat PenyakitTakabbur Dan TipsMeraih Tawadhu ’

Oleh: Al-‘Allamah ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin
Baz rahimahullah
Tidak diragukan, bahwa kewajiban atas setiap
muslim adalah waspada dari takabbur/sombong
dan bersikap tawadhu ’. ‹‹ Barangsiapa yang
bertawadhu’ karena Allah satu derajat, maka akan
Allah angkat dia satu derajat ›› [1] dan
barangsiapa yang takabbur (sombong) maka dia
terancam untuk Allah timpakan musibah/
hukuman atasnya — nas`alullah al-‘afiyah – .
Seseorang bertanya : “Wahai Rasulullah, aku suka
jika bajuku bagus, sandalku juga bagus, apakah
itu termasuk sombong ?” Maka Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab :
« إن الله جميل يحب الجمال، الكبر بطر الحق
وغمط الناس »
‹‹ Sesungguhnya Allah itu indah, cinta kepada
keindahan. Sombong adalah menolak al-haq
(kebenaran) dan melecehkan manusia. ›› [2]
Batharul Haq yakni menolak al-haq (kebenaran).
Apabila kebenaran bertentangan dengan hawa
nafsunya maka ia menolaknya.
Ghamthun Nas, yakni merendahkan manusia.
Orang lain dalam pandangannya selalu berada di
bawahnya. Ia merendahkan mereka. Ia melihat
dirinya selalu berada di atas mereka. Bisa jadi
karena kefasasihannya berbicara, atau karena
kekayaannya, atau karena jabatannya, atau karena
sebab-sebab lainya yang ia khayalkan. Dan bisa
jadi dilakukan oleh orang yang fakir. Dalam hadits
yang shahih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
« ثلاثة لا يكلمهم الله يوم القيامة ولا
يزكيهم ولا ينظر إليهم ولهم عذاب أليم: شيخ
زان، وملك كذاب، وعائل مستكبر . »
‹‹ Tiga golongan yang Allah tidak akan berbicara
dengannya kelak pada Hari Kiamat, tidak
membersihkan mereka, dan tidak melihat kepada
mereka, serta bagi mereka adzab yang pedih :
seorang tua yang berzina, penguasa yang
pendusta, orang miskin yang sombong. ›› [3]
Yakni orang miskin, dengan kemiskinannya dia
sombong, dia mendapat musibah kesombongan.
Sombong itu biasanya dilakukan oleh orang
berharta dan kaya, namun dalam kondisinya
yang miskin tersebut dia masih bersikap
sombong. Sombong merupakan watak dan
karakternya.
Adapun Tawadhu’ adalah sikap lembut, akhlak
yang baik, dan tidak merasa tinggi di hadapan
manusia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :
« إن من أحبكم إلي وأقربكم مني مجلسا يوم
القيامة أحاسنكم أخلاقا »
‹‹ Sesungguhnya di antara orang yang paling
aku cintai dan paling dekat majelisnya denganku
pada Hari Kiamat adalah orang yang terbaik
akhlaknya di antara kalian. ›› [4]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
« البر حسن الخلق »
‹‹ Kebaikan adalah akhlaq yang baik ›› [5]
Maka hendaknya ingat keagungan Allah, dan ingat
bahwa Allah lah yang memberinya harta,
memberinya jabatan, memberinya kedudukan,
dan wajah yang tampan, atau selain itu.
Hendaknya ingat bahwa barangsiapa yang
mensyukuri sikap tawadhu ’ tersebut dan tidak
sombong … dia tidak sombong karena harta, atau
karena jabatan, atau karena nasab, ketampanan,
kekuatan, atau pun yang lainnya. .. bahkan ia
ingat bahwa itu semua merupakan nikmat Allah
dan barangsiapa yang mensyukurinya maka ia
akan bersikap tawadhu, merendahkan dirinya
sendiri, dan tidak akan sombong terhadap
saudara-saudadaranya serta tidak akan merasa
tinggi di hadapan mereka.
Takabbur/sombong mengantarkan kepada
kezhaliman, kedustaan, tidak adil dalam ucapan
dan perbuatan. Melihat dirinya berada di atas
saudaranya, baik karena harta, ketampanan,
jabatan, nasab, atau pun hal-hal yang masih
abstrak sifatnya. Oleh karena itu Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam mengatakan ‹‹ Sombong
adalah menolak al-haq (kebenaran) dan
melecehkan manusia. ›› yakni menolak al-haq
apabila bertentangan dengan hawa nafsunya ini
adalah takabbur/sombong. Dan melecehkan
manusia : merendahkan mereka, melihat mereka
selalu berada di bawahnya, dan bahwa mereka
tidak pantas untuk disikapi dengan adil, atau
memulai salam terhadap mereka, atau dipenuhi
undangan mereka, dan yang semisalnya.
Apabila seseorang mengingat kelemahan dirinya,
dan bahwa dirinya berasal dari air mani yang
hina, dirinya butuh kamar mandi untuk buang
hajat, dirinya makan dari sini, keluar dari sini,
serta dirinya jika tidak istiqamah di atas ketaatan
kepada Allah maka dia akan masuk neraka, jika
dia menyadari itu semua maka dia akan tahu
kelemahan dirinya, dan bahwa dirinya adalah
miskin, dan tidak pantas baginya untuk bersikap
takabbur/sombong.
(Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah
IX/267-268)
[1] HR. Ibnu Majah 4176, Ibnu Hibban 5678, dan
Ahmad.
[2] HR. Muslim 131.
[3] HR. Muslim 136
[4] HR. At-Tirmidzi 1941
[5] HR. Muslim 4632
http://www.assalafy.org/mahad/?p=368

Berbakti pada KeduaOrang Tua

Al Ustadz Abu Hamzah Yusuf.
Makna “Al Birr”
Al Birr yaitu kebaikan, berdasarkan sabda
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam (artinya) :
“Al Birr adalah baiknya akhlaq”. (Diriwayatkan
oleh Muslim dalam Shahihnya Nomor 1794).
Al Birr merupakan haq kedua orang tua dan
kerabat dekat, lawan dari Al ‘Uquuq yaitu
kejelekan dan menyia-nyiakan haq..
“Al Birr adalah mentaati kedua orang tua didalam
semua apa yang mereka perintahkan kepada
engkau, selama tidak bermaksiat kepada Allah,
dan Al ‘Uquuq dan menjauhi mereka dan tidak
berbuat baik kepadanya.” (Disebutkan dalam
kitab Ad Durul Mantsur 5/259)
Berkata Urwah bin Zubair mudah-mudahan Allah
meridhoi mereka berdua tentang firman Allah
Subhanahu Wa Ta’ala (artinya) :
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka
berdua dengan penuh kesayangan.” (QS. Al
Isra’ : 24)
Yaitu: “Jangan sampai mereka berdua tidak ditaati
sedikitpun”. (Ad Darul Mantsur 5/259)
Berkata Imam Al Qurtubi mudah-mudahan Allah
merahmatinya :
“Termasuk ‘Uquuq (durhaka) kepada orang tua
adalah menyelisihi/ menentang keinginan-
keinginan mereka dari (perkara-perkara) yang
mubah, sebagaimana Al Birr (berbakti) kepada
keduanya adalah memenuhi apa yang menjadi
keinginan mereka. Oleh karena itu, apabila salah
satu atau keduanya memerintahkan sesuatu,
wajib engkau mentaatinya selama hal itu bukan
perkara maksiat, walaupun apa yang mereka
perintahkan bukan perkara wajib tapi mubah
pada asalnya, demikian pula apabila apa yang
mereka perintahkan adalah perkara yang mandub
(disukai/ disunnahkan).
(Al Jami ’ Li Ahkamil Qur’an Jil 6 hal 238).
Berkata Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah mudah-
mudahan Allah merahmatinya:
Berkata Abu Bakr di dalam kitab Zaadul Musaafir
“ Barangsiapa yang menyebabkan kedua orang
tuanya marah dan menangis, maka dia harus
mengembalikan keduanya agar dia bisa tertawa
(senang) kembali ”. (Ghadzaul Al Baab 1/382).
Hukum Birrul Walidain
Para Ulama’ Islam sepakat bahwa hukum berbuat
baik (berbakti) pada kedua orang tua hukumnya
adalah wajib, hanya saja mereka berselisih
tentang ibarat-ibarat (contoh pengamalan) nya.
Berkata Ibnu Hazm, mudah-mudahan Allah
merahmatinya.
“Birul Walidain adalah fardhu (wajib bagi masing-
masing individu). Berkat beliau dalam kitab Al
Adabul Kubra: Berkata Al Qodli Iyyad: “Birrul
walidain adalah wajib pada selain perkara yang
haram.” (Ghdzaul Al Baab 1/382)
Dalil-dalil Shahih dan Sharih (jelas) yang mereka
gunakan banyak sekali, diantaranya:
1. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala (artinya) :
“Sembahlah Allah dan jangan kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan
berbuat baiklah kepada kedua orang tua Ibu
Bapak”.
(An Nisa’ : 36).
Dalam ayat ini (berbuat baik kepada Ibu Bapak)
merupakan perintah, dan perintah disini
menunjukkan kewajiban, khususnya, karena
terletak setelah perintah untuk beribadah dan
meng-Esa-kan (tidak mempersekutukan) Allah,
serta tidak didapatinya perubahan (kalimat dalam
ayat tersebut) dari perintah ini. (Al Adaabusy
Syar’iyyah 1/434).
2. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala (artinya) :
“Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah
kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya”.
(QS. Al Isra’: 23).
Adapun makna ( qadhoo ) = Berkata Ibnu Katsir :
yakni, mewasiatkan. Berkata Al Qurthubiy : yakni,
memerintahkan, menetapkan dan mewajibkan.
Berkata Asy Syaukaniy: “Allah memerintahkan
untuk berbuat baik pada kedua orang tua seiring
dengan perintah untuk mentauhidkan dan
beribadah kepada-Nya, ini pemberitahuan tentang
betapa besar haq mereka berdua, sedangkan
membantu urusan-urusan (pekerjaan) mereka,
maka ini adalah perkara yang tidak bersembunyi
lagi (perintahnya). (Fathul Qodiir 3/218).
3. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala (artinya) :
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat
baik) kepada dua orang Ibu Bapanya, Ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua
tahun. Maka bersyukurlah kepada-Ku dan kepada
kedua orang Ibu Bapakmu, hanya kepada-Ku-lah
kembalimu.” (QS. Luqman : 14).
Berkata Ibnu Abbas mudah-mudahan Allah
meridhoi mereka berdua “Tiga ayat dalam Al
Qur’an yang saling berkaitan dimana tidak
diterima salah satu tanpa yang lainnya, kemudian
Allah menyebutkan diantaranya firman Allah
Subhanahu Wa Ta’ala (artinya) :
“Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang
Ibu Bapakmu”, Berkata beliau. “Maka, barangsiapa
yang bersyukur kepada Allah akan tetapi dia tidak
bersyukur pada kedua Ibu Bapaknya, tidak akan
diterima (rasa syukurnya) dengan sebab itu.”
(Al Kabaair milik Imam Adz Dzahabi hal 40).
Berkaitan dengan ini, Rasulullah Shalallahu’Alaihi
Wassallam bersabda (artinya) :
“Keridhaan Rabb (Allah) ada pada keridhaan orang
tua dan kemurkaan Rabb (Allah) ada pada
kemurkaan orang tua” (Riwayat Tirmidzi dalam
Jami’nya (1/ 346), Hadits ini Shohih, lihat
Silsilah Al Hadits Ash Shahiihah No. 516).
4. Hadits Al Mughirah bin Syu’bah – mudah-
mudahan Allah meridhainya, dari Nabi Shalallahu
‘Alaihi Wasallam beliau bersabda(artinya) :
“Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kalian
mendurhakai para Ibu, mengubur hidup-hidup
anak perempuan, dan tidak mau memberi tetapi
meminta-minta (bakhil) dan Allah membenci atas
kalian (mengatakan) katanya si fulan begini si fulan
berkata begitu (tanpa diteliti terlebih dahulu),
banyak bertanya (yang tidak bermanfaat), dan
membuang-buang harta”. (Diriwayatkan oleh
Imam Muslim dalam Shahihnya No. 1757).
Keutamaan Birrul Walidain
Pertama : Termasuk Amalan Yang Paling
Mulia
Dari Abdullah bin Mas’ud mudah-mudahan Allah
meridhoinya dia berkata : Saya bertanya kepada
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam: Apakah
amalan yang paling dicintai oleh Allah?, Bersabda
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam: “Sholat
tepat pada waktunya”, Saya bertanya : Kemudian
apa lagi?, Bersabada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wasallam “Berbuat baik kepada kedua orang tua”.
Saya bertanya lagi : Lalu apa lagi?, Maka Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “Berjihad di
jalan Allah”.
(Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
dalam Shahih keduanya).
Kedua : Merupakan Salah Satu Sebab-Sebab
Diampuninya Dosa
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman (artinya) :
“Kami perintahkan kepada manusia supaya
berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya….”,
hingga akhir ayat berikutnya : “Mereka itulah
orang-orang yang kami terima dari mereka amal
yang baik yang telah mereka kerjakan dan kami
ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama
penghuni-penghuni surga. Sebagai janji yang
benar yang telah dijanjikan kepada mereka.”
(QS. Al Ahqaf 15-16)
Diriwayatkan oleh ibnu Umar mudah-mudahan
Allah meridhoi keduanya bahwasannya seorang
laki-laki datang kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wasallam dan berkata : Wahai Rasulullah
sesungguhnya telah menimpa kepadaku dosa
yang besar, apakah masih ada pintu taubat bagi
saya?, Maka bersabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wasallam : “Apakah Ibumu masih hidup?”,
berkata dia : tidak. Bersabda beliau Shalallahu
‘Alaihi Wasallam : “Kalau bibimu masih ada?”, dia
berkata : “Ya” . Bersabda Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wasallam : “Berbuat baiklah padanya”.
(Diriwayatkan oleh Tirmidzi didalam
Jami’nya dan berkata Al ‘Arnauth : Perawi-
perawinya tsiqoh. Dishahihkan oleh Ibnu
Hibban dan Al Hakim. Lihat Jaami’ul Ushul (1/
406).
Ketiga : Termasuk Sebab Masuknya
Seseorang Ke Surga :
Dari Abu Hurairah, mudah-mudahan Allah
meridhoinya, dia berkata : Saya mendengar
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
“Celakalah dia, celakalah dia”, Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wasallam ditanya : Siapa wahai Rasulullah?,
Bersabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam :
“Orang yang menjumpai salah satu atau kedua
orang tuanya dalam usia lanjut kemudian dia
tidak masuk surga”. (Diriwayatkan oleh Imam
Muslim dalam Shahihnya No. 1758,
ringkasan).
Dari Mu’awiyah bin Jaahimah mudah-mudahan
Allah meridhoi mereka berdua, Bahwasannya
Jaahimah datang kepada Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wasallam kemudian berkata : “Wahai
Rasulullah, saya ingin (berangkat) untuk
berperang, dan saya datang (ke sini) untuk minta
nasehat pada anda. Maka Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wasallam bersabda : “Apakah kamu masih
memiliki Ibu?”. Berkata dia : “Ya”. Bersabda
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam : “Tetaplah
dengannya karena sesungguhnya surga itu
dibawah telapak kakinya”. (Hadits Hasan
diriwayatkan oleh Nasa’i dalam Sunannya
dan Ahmad dalam Musnadnya, Hadits ini
Shohih. (Lihat Shahihul Jaami No. 1248)
Keempat : Merupakan Sebab keridhoan
Allah
Sebagaiman hadits yang terdahulu
“Keridhoan Allah ada pada keridhoan kedua orang
tua dan kemurkaan-Nya ada pada kemurkaan
kedua orang tua”.
Kelima : Merupakan Sebab Bertambahnya
Umur
Diantarnya hadits yang diriwayatkan oleh Anas
bin Malik mudah-mudahan Allah meridhoinya, dia
berkata, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam
bersabda :
“Barangsiapa yang suka Allah besarkan rizkinya
dan Allah panjangkan umurnya, maka hendaklah
dia menyambung silaturrahim”.
Keenam : Merupakan Sebab Barokahnya
Rizki
Dalilnya, sebagaimana hadits sebelumnya.
Wallahu a’lam
[Sumber: Salafy.or.id CHM Offline]

Wanita Ahli Surga danCiri-Cirinya

Penulis : Ustadz Azhari Asri dan Redaksi.
Setiap insan tentunya mendambakan kenikmatan
yang paling tinggi dan abadi. Kenikmatan itu
adalah Surga. Di dalamnya terdapat bejana-
bejana dari emas dan perak, istana yang megah
dengan dihiasi beragam permata, dan berbagai
macam kenikmatan lainnya yang tidak pernah
terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga, dan
terbetik di hati.
Dalam Al Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang
menggambarkan kenikmatan-kenikmatan Surga.
Diantaranya Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman :
“(Apakah) perumpamaan (penghuni) Surga yang
dijanjikan kepada orang-orang bertakwa yang di
dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tidak
berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air
susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai
dari khamr (arak) yang lezat rasanya bagi
peminumnya, dan sungai-sungai dari madu yang
disaring dan mereka memperoleh di dalamnya
segala macam buah-buahan dan ampunan dari
Rabb mereka sama dengan orang yang kekal
dalam neraka dan diberi minuman dengan air
yang mendidih sehingga memotong-motong
ususnya?” (QS. Muhammad : 15)
“Dan orang-orang yang paling dahulu beriman,
merekalah yang paling dulu (masuk Surga).
Mereka itulah orang yang didekatkan (kepada
Allah). Berada dalam Surga kenikmatan.
Segolongan besar dari orang-orang yang
terdahulu dan segolongan kecil dari orang-orang
yang kemudian. Mereka berada di atas dipan
yang bertahtakan emas dan permata seraya
bertelekan di atasnya berhadap-hadapan. Mereka
dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda
dengan membawa gelas, cerek, dan sloki (piala)
berisi minuman yang diambil dari air yang
mengalir, mereka tidak pening karenanya dan
tidak pula mabuk dan buah-buahan dari apa yang
mereka pilih dan daging burung dari apa yang
mereka inginkan.” (QS. Al Waqiah : 10-21)
Di samping mendapatkan kenikmatan-kenikmatan
tersebut, orang-orang yang beriman kepada Allah
Tabaraka wa Ta’ala kelak akan mendapatkan
pendamping (istri) dari bidadari-bidadari Surga
nan rupawan yang banyak dikisahkan dalam
ayat-ayat Al Qur’an yang mulia, diantaranya :
“Dan (di dalam Surga itu) ada bidadari-bidadari
yang bermata jeli laksana mutiara yang tersimpan
baik. ” (QS. Al Waqiah : 22-23)
“Dan di dalam Surga-Surga itu ada bidadari-
bidadari yang sopan, menundukkan
pandangannya, tidak pernah disentuh oleh
manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni
Surga yang menjadi suami mereka) dan tidak
pula oleh jin.” (QS. Ar Rahman : 56)
“Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan
marjan.” (QS. Ar Rahman : 58)
“Sesungguhnya Kami menciptakan mereka
(bidadari-bidadari) dengan langsung dan Kami
jadikan mereka gadis-gadis perawan penuh cinta
lagi sebaya umurnya.” (QS. Al Waqiah : 35-37)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
menggambarkan keutamaan-keutamaan wanita
penduduk Surga dalam sabda beliau :
“ … seandainya salah seorang wanita penduduk
Surga menengok penduduk bumi niscaya dia
akan menyinari antara keduanya (penduduk
Surga dan penduduk bumi) dan akan
memenuhinya bau wangi-wangian. Dan
setengah dari kerudung wanita Surga yang ada di
kepalanya itu lebih baik daripada dunia dan
isinya.” (HR. Bukhari dari Anas bin Malik
radliyallahu ‘anhu)
Dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam bersabda :
Sesungguhnya istri-istri penduduk Surga akan
memanggil suami-suami mereka dengan suara
yang merdu yang tidak pernah didengarkan oleh
seorangpun. Diantara yang didendangkan oleh
mereka : “Kami adalah wanita-wanita pilihan yang
terbaik. Istri-istri kaum yang termulia. Mereka
memandang dengan mata yang menyejukkan.”
Dan mereka juga mendendangkan : “Kami adalah
wanita-wanita yang kekal, tidak akan mati. Kami
adalah wanita-wanita yang aman, tidak akan
takut. Kami adalah wanita-wanita yang tinggal,
tidak akan pergi.” (Shahih Al Jami’ nomor 1557)
Apakah Ciri-Ciri Wanita Surga
Apakah hanya orang-orang beriman dari
kalangan laki-laki dan bidadari-bidadari saja yang
menjadi penduduk Surga? Bagaimana dengan
istri-istri kaum Mukminin di dunia, wanita-wanita
penduduk bumi?
Istri-istri kaum Mukminin yang beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya tersebut akan tetap menjadi
pendamping suaminya kelak di Surga dan akan
memperoleh kenikmatan yang sama dengan
yang diperoleh penduduk Surga lainnya, tentunya
sesuai dengan amalnya selama di dunia.
Tentunya setiap wanita Muslimah ingin menjadi
ahli Surga. Pada hakikatnya wanita ahli Surga
adalah wanita yang taat kepada Allah dan Rasul-
Nya. Seluruh ciri-cirinya merupakan cerminan
ketaatan yang dia miliki. Diantara ciri-ciri wanita
ahli Surga adalah :
1. Bertakwa.
2. Beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya,
Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari kiamat,
dan beriman kepada takdir yang baik maupun
yang buruk.
3. Bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak
disembah kecuali Allah, bersaksi bahwa
Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya,
mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di
bulan Ramadlan, dan naik haji bagi yang mampu.
4. Ihsan, yaitu beribadah kepada Allah seakan-
akan melihat Allah, jika dia tidak dapat melihat
Allah, dia mengetahui bahwa Allah melihat
dirinya.
5. Ikhlas beribadah semata-mata kepada Allah,
tawakkal kepada Allah, mencintai Allah dan Rasul-
Nya, takut terhadap adzab Allah, mengharap
rahmat Allah, bertaubat kepada-Nya, dan
bersabar atas segala takdir-takdir Allah serta
mensyukuri segala kenikmatan yang diberikan
kepadanya.
6. Gemar membaca Al Qur’an dan berusaha
memahaminya, berdzikir mengingat Allah ketika
sendiri atau bersama banyak orang dan berdoa
kepada Allah semata.
7. Menghidupkan amar ma’ruf dan nahi mungkar
pada keluarga dan masyarakat.
8. Berbuat baik (ihsan) kepada tetangga, anak
yatim, fakir miskin, dan seluruh makhluk, serta
berbuat baik terhadap hewan ternak yang dia
miliki.
9. Menyambung tali persaudaraan terhadap
orang yang memutuskannya, memberi kepada
orang, menahan pemberian kepada dirinya, dan
memaafkan orang yang mendhaliminya.
10. Berinfak, baik ketika lapang maupun dalam
keadaan sempit, menahan amarah dan
memaafkan manusia.
11. Adil dalam segala perkara dan bersikap adil
terhadap seluruh makhluk.12. Menjaga lisannya
dari perkataan dusta, saksi palsu dan
menceritakan kejelekan orang lain (ghibah).
13. Menepati janji dan amanah yang diberikan
kepadanya.
14. Berbakti kepada kedua orang tua.
15. Menyambung silaturahmi dengan karib
kerabatnya, sahabat terdekat dan terjauh.
Demikian beberapa ciri-ciri wanita Ahli Surga
yang kami sadur dari kitab Majmu’ Fatawa karya
Syaikhul Islam Ibnu Tamiyyah juz 11 halaman
422-423. Ciri-ciri tersebut bukan merupakan suatu
batasan tetapi ciri-ciri wanita Ahli Surga
seluruhnya masuk dalam kerangka taat kepada
Allah dan Rasul-Nya. Allah Ta’ala berfirman :
“ … dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-
Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam
Surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai
sedang mereka kekal di dalamnya dan itulah
kemenangan yang besar.” (QS. An Nisa’ : 13).
Wallahu A’lam Bis Shawab.
(Dikutip dari tulisan al ustadz Azhari Asri, judul asli
Wanita Ahli Surga Dan Ciri-Cirinya. MUSLIMAH
XVII/1418/1997/Kajian Kali Ini)
[Sumber: Salafy.or.id Offline]