Oleh: Al-‘Allamah ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin
Baz rahimahullah
Tidak diragukan, bahwa kewajiban atas setiap
muslim adalah waspada dari takabbur/sombong
dan bersikap tawadhu ’. ‹‹ Barangsiapa yang
bertawadhu’ karena Allah satu derajat, maka akan
Allah angkat dia satu derajat ›› [1] dan
barangsiapa yang takabbur (sombong) maka dia
terancam untuk Allah timpakan musibah/
hukuman atasnya — nas`alullah al-‘afiyah – .
Seseorang bertanya : “Wahai Rasulullah, aku suka
jika bajuku bagus, sandalku juga bagus, apakah
itu termasuk sombong ?” Maka Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab :
« إن الله جميل يحب الجمال، الكبر بطر الحق
وغمط الناس »
‹‹ Sesungguhnya Allah itu indah, cinta kepada
keindahan. Sombong adalah menolak al-haq
(kebenaran) dan melecehkan manusia. ›› [2]
Batharul Haq yakni menolak al-haq (kebenaran).
Apabila kebenaran bertentangan dengan hawa
nafsunya maka ia menolaknya.
Ghamthun Nas, yakni merendahkan manusia.
Orang lain dalam pandangannya selalu berada di
bawahnya. Ia merendahkan mereka. Ia melihat
dirinya selalu berada di atas mereka. Bisa jadi
karena kefasasihannya berbicara, atau karena
kekayaannya, atau karena jabatannya, atau karena
sebab-sebab lainya yang ia khayalkan. Dan bisa
jadi dilakukan oleh orang yang fakir. Dalam hadits
yang shahih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
« ثلاثة لا يكلمهم الله يوم القيامة ولا
يزكيهم ولا ينظر إليهم ولهم عذاب أليم: شيخ
زان، وملك كذاب، وعائل مستكبر . »
‹‹ Tiga golongan yang Allah tidak akan berbicara
dengannya kelak pada Hari Kiamat, tidak
membersihkan mereka, dan tidak melihat kepada
mereka, serta bagi mereka adzab yang pedih :
seorang tua yang berzina, penguasa yang
pendusta, orang miskin yang sombong. ›› [3]
Yakni orang miskin, dengan kemiskinannya dia
sombong, dia mendapat musibah kesombongan.
Sombong itu biasanya dilakukan oleh orang
berharta dan kaya, namun dalam kondisinya
yang miskin tersebut dia masih bersikap
sombong. Sombong merupakan watak dan
karakternya.
Adapun Tawadhu’ adalah sikap lembut, akhlak
yang baik, dan tidak merasa tinggi di hadapan
manusia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :
« إن من أحبكم إلي وأقربكم مني مجلسا يوم
القيامة أحاسنكم أخلاقا »
‹‹ Sesungguhnya di antara orang yang paling
aku cintai dan paling dekat majelisnya denganku
pada Hari Kiamat adalah orang yang terbaik
akhlaknya di antara kalian. ›› [4]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
« البر حسن الخلق »
‹‹ Kebaikan adalah akhlaq yang baik ›› [5]
Maka hendaknya ingat keagungan Allah, dan ingat
bahwa Allah lah yang memberinya harta,
memberinya jabatan, memberinya kedudukan,
dan wajah yang tampan, atau selain itu.
Hendaknya ingat bahwa barangsiapa yang
mensyukuri sikap tawadhu ’ tersebut dan tidak
sombong … dia tidak sombong karena harta, atau
karena jabatan, atau karena nasab, ketampanan,
kekuatan, atau pun yang lainnya. .. bahkan ia
ingat bahwa itu semua merupakan nikmat Allah
dan barangsiapa yang mensyukurinya maka ia
akan bersikap tawadhu, merendahkan dirinya
sendiri, dan tidak akan sombong terhadap
saudara-saudadaranya serta tidak akan merasa
tinggi di hadapan mereka.
Takabbur/sombong mengantarkan kepada
kezhaliman, kedustaan, tidak adil dalam ucapan
dan perbuatan. Melihat dirinya berada di atas
saudaranya, baik karena harta, ketampanan,
jabatan, nasab, atau pun hal-hal yang masih
abstrak sifatnya. Oleh karena itu Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam mengatakan ‹‹ Sombong
adalah menolak al-haq (kebenaran) dan
melecehkan manusia. ›› yakni menolak al-haq
apabila bertentangan dengan hawa nafsunya ini
adalah takabbur/sombong. Dan melecehkan
manusia : merendahkan mereka, melihat mereka
selalu berada di bawahnya, dan bahwa mereka
tidak pantas untuk disikapi dengan adil, atau
memulai salam terhadap mereka, atau dipenuhi
undangan mereka, dan yang semisalnya.
Apabila seseorang mengingat kelemahan dirinya,
dan bahwa dirinya berasal dari air mani yang
hina, dirinya butuh kamar mandi untuk buang
hajat, dirinya makan dari sini, keluar dari sini,
serta dirinya jika tidak istiqamah di atas ketaatan
kepada Allah maka dia akan masuk neraka, jika
dia menyadari itu semua maka dia akan tahu
kelemahan dirinya, dan bahwa dirinya adalah
miskin, dan tidak pantas baginya untuk bersikap
takabbur/sombong.
(Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah
IX/267-268)
[1] HR. Ibnu Majah 4176, Ibnu Hibban 5678, dan
Ahmad.
[2] HR. Muslim 131.
[3] HR. Muslim 136
[4] HR. At-Tirmidzi 1941
[5] HR. Muslim 4632
http://www.assalafy.org/mahad/?p=368
No comments:
Post a Comment