Wednesday, December 29, 2010

Arti Cinta, Rindu danCemburu dalam Islam

Author: Raisa Hakim
Banyak orang berbicara tentang masalah ini tapi
tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Atau tidak
menjelaskan batasan-batasan dan maknanya
secara syar ’i. Dan kapan seseorang itu keluar dari
batasan-batasan tadi. Dan seakan-akan yang
menghalangi untuk membahas masalah ini
adalah salahnya pemahaman bahwa
pembahasan masalah ini berkaitan dengan akhlaq
yang rendah dan berkaitan dengan perzinahan,
perkataan yang keji. Dan hal ini adalah salah. Tiga
perkara ini adalah sesuatu yang berkaitan dengan
manusia yang memotivasi untuk menjaga dan
mendorong kehormatan dan kemuliaannya. Aku
memandang pembicaraan ini yang terpenting
adalah batasannya, penyimpangannya,
kebaikannya, dan kejelekannya. Tiga kalimat ini
ada dalam setiap hati manusia, dan mereka
memberi makna dari tiga hal ini sesuai dengan
apa yang mereka maknai.
Cinta (Al-Hubb)
Cinta yaitu Al-Widaad yakni kecenderungan hati
pada yang dicintai, dan itu termasuk amalan hati,
bukan amalan anggota badan/dhahir. Pernikahan
itu tidak akan bahagia dan berfaedah kecuali jika
ada cinta dan kasih sayang diantara suami-isteri.
Dan kuncinya kecintaan adalah pandangan. Oleh
karena itu, Rasulullah Sawmenganjurkan pada
orang yang meminang untuk melihat pada yang
dipinang agar sampai pada kata sepakat dan cinta,
seperti telah kami jelaskan dalam bab Kedua.
Sungguh telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad
dan Nasa ’i dari Mughirah bin Su’bah r.a berkata :
“Aku telah meminang seorang wanita”, lalu
Rasulullah Sawbertanya kepadaku : “Apakah
kamu telah melihatnya ?” Aku berkata : “Belum”,
maka beliau bersabda : “Maka lihatlah dia, karena
sesungguhnya hal itu pada akhirnya akan lebih
menambah kecocokan dan kasih sayang antara
kalian berdua ”
Sesungguhnya kami tahu bahwa kebanyakan dari
orang-orang, lebih-lebih pemuda dan pemudi,
mereka takut membicarakan masalah “cinta”,
bahkan umumnya mereka mengira pembahasan
cinta adalah perkara-perkara yang haram, karena
itu mereka merasa menghadapi cinta itu dengan
keyakinan dosa dan mereka mengira diri mereka
bermaksiat, bahkan salah seorang diantara
mereka memandang, bila hatinya condong pada
seseorang berarti dia telah berbuat dosa.
Kenyataannya, bahwa di sini banyak sekali
kerancuan-kerancuan dalam pemahaman mereka
tentang “cinta” dan apa-apa yang tumbuh dari
cinta itu, dari hubungan antara laki-laki dan
perempuan. Dimana mereka beranggapan bahwa
cinta itu suatu maksiat, karena sesungguhnya dia
memahami cinta itu dari apa-apa yang dia lihat
dari lelaki-lelaki rusak dan perempuan-perempuan
rusak yang diantara mereka menegakkan
hubungan yang tidak disyariatkan. Mereka saling
duduk, bermalam, saling bercanda, saling
menari, dan minum-minum, bahkan sampai
mereka berzina di bawah semboyan cinta.
Mereka mengira bahwa ‘cinta’ tidak ada lain
kecuali yang demikian itu. Padahal sebenarnya
tidak begitu, tetapi justru sebaliknya.
Sesungguhnya kecenderungan seorang lelaki
pada wanita dan kecenderungan wanita pada
lelaki itu merupakan syahwat dari syahwat-
syahwat yang telah Allah hiaskan pada manusia
dalam masalah cinta. Artinya Allah menjadikan di
dalam syahwat apa-apa yang menyebabkan hati
laki-laki itu cenderung pada wanita, sebagaimana
firman Allah Swt :
["Dijadikan indah pada (pandangan) manusia
kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu :
wanita-wanita, anak-anak,..."] Ali-’Imran : 14
Allah lah yang menghiasi bagi manusia untuk
cinta pada syahwat ini, maka manusia
mencintainya dengan cinta yang besar, dan
sungguh telah tersebut dalam hadits bahwa Nabi
Saw bersabda :
["Diberi rasa cinta padaku dari dunia kalian :
wanita dan wangi-wangian dan dijadikan
penyejuk mataku dalam sholat"] HR Ahmad,
Nasa’i, Hakim dan Baihaqi.
Andaikan tidak ada rasa cinta lelaki pada wanita
atau sebaliknya, maka tidak ada pernikahan, tidak
ada keturunan dan tidak ada keluarga. Namun,
Allah Swt tidaklah menjadikan lelaki cinta pada
wanita atau sebaliknya supaya menumbuhkan
diantara keduanya hubungan yang diharamkan,
tetapi untuk menegakkan hukum-hukum yang
disyari ’atkan dalam bersuami isteri, sebagaimana
tercantum dalam hadits Ibnu Majah, dari Abdullah
bin Abbas r.a berkata : telah bersabda Rasulullah
Saw:
["Tidak terlihat dua orang yang saling mencintai,
seperti pernikahan"]
Dan agar orang-orang Islam menjauhi jalan-jalan
yang rusak atau keji, maka Allah telah menyuruh
yang pertama kali agar menundukan pandangan,
karena ‘pandangan’ itu kuncinya hati, dan Allah
telah haramkan semua sebab-sebab yang
mengantarkan pada fitnah, dan kekejian, seperti
berduaan dengan orang yang bukan
mahramnya, bersenggolan, bersalaman,
berciuman antara lelaki dan wanita, karena
perkara ini dapat menyebabkan condongnya hati.
Maka bila hati telah condong, dia akan sulit sekali
menahan jiwa setelah itu, kecuali yang dirahmati
Allah Swt.
Bahwa Allah tidak akan menyiksa manusia dalam
kecenderungan hatinya. Akan tetapi manusia akan
disiksa dengan sebab jika kecenderungan itu
diikuti dengan amalan-amalan yang diharamkan.
Contohnya : apabila lelaki dan wanita saling
pandang memandang atau berduaan atau duduk
cerita panjang lebar, lalu cenderunglah hati
keduanya dan satu sama lainnya saling mencinta,
maka kecondongan ini tidak akan menyebabkan
keduanya disiksanya, karena hal itu berkaitan
dengan hati, sedang manusia tidak bisa untuk
menguasai hatinya. Akan tetapi, keduanya diazab
karena apa yang dia lakukan. Dan karena
keduanya melakukan sebab-sebab yang
menyampaikan pada ‘cinta’, seperti perkara yang
telah kami sebutkan. Dan keduanya akan dimintai
tajawab, dan akan disiksa juga dari setiap
keharaman yang dia perbuat setelah itu.
Adapun cinta yang murni yang dijaga
kehormatannya, maka tidak ada dosa padanya,
bahkan telah disebutkan olsebagian ulama seperti
Imam Suyuthi, bahwa orang yang mencintai
seseorang lalu menjaga kehormatan dirinya dan
dia menyembunyikan cintanya maka dia diberi
pahala, sebagaimana akan dijelaskan dalam
ucapan kami dalam bab ‘Rindu’. Dan dalam
keadaan yang mutlak, sesungguhnya yang paling
selamat yaitu menjauhi semua sebab-sebab yang
menjerumuskan hati dalam persekutuan cinta,
dan mengantarkan pada bahaya-bahaya yang
banyak, namun …..sangat sedikit mereka yang
selamat.
Rindu (Al-’Isyq)
Rindu itu ialah cinta yang berlebihan, dan ada
rindu yang disertai dengan menjaga diri dan ada
juga yang diikuti dengan kerendahan. Maka rindu
tersebut bukanlah hal yang tercela dan keji secara
mutlak. Tetapi bisa jadi orang yang rindu itu,
rindunya disertai dengan menjaga diri dan
kesucian, dan kadang-kadang ada rindu itu
disertai kerendahan dan kehinaan.
Sebagaimana telah disebutkan, dalam ucapan
kami tentang cinta maka rindu juga seperti itu,
termasuk amalan hati, yang orang tidak mampu
menguasainya. Tapi manusia akan dihisab atas
sebab-sebab yang diharamkan dan atas hasil-
hasilnya yang haram. Adapun rindu yang disertai
dengan menjaga diri padanya dan
menyembunyikannya dari orang-orang, maka
padanya pahala, bahkan Ath-Thohawi menukil
dalam kitab Haasyi ’ah Marakil Falah dari Imam
Suyuthi yang mengatakan bahwa termasuk dari
golongan syuhada di akhirat ialah orang-orang
yang mati dalam kerinduan dengan tetap
menjaga kehormatan diri dan disembunyikan dari
orang-orang meskipun kerinduan itu timbul dari
perkara yang haram sebagaimana pembahasan
dalam masalah cinta.
Makna ucapan Suyuthi adalah orang-orang yang
memendam kerinduan baik laki-laki maupun
perempuan, dengan tetap menjaga kehormatan
dan menyembunyikan kerinduannya sebab dia
tidak mampu untuk mendapatkan apa yang
dirindukannya dan bersabar atasnya sampai mati
karena kerinduan tersebut maka dia mendapatkan
pahala syahid di akhirat. Hal ini tidak aneh jika
fahami kesabaran orang ini dalam kerinduan
bukan dalam kefajiran yang mengikuti syahwat
dan dia bukan orang yang rendah yang
melecehkan kehormatan manusia bahkan dia
adalah seorang yang sabar, menjaga diri
meskipun dalam hatinya ada kekuatan dan ada
keterkaitan dengan yang dirindui, dia tahan
kekerasan jiwanya, dia ikat anggota badannya
sebab ini di bawah kekuasaannya. Adapun
hatinya dia tidak bisa menguasai maka dia
bersabar atasnya dengan sikap afaf (menjaga diri)
dan menyembunyikan kerinduannya sehingga
dengan itu dia mendapat pahala.
Cemburu (Al-Ghairah)
Cemburu ialah kebencian seseorang untuk
disamai dengan orang lain dalam hak-haknya,
dan itu merupakan salah satu akibat dari buah
cinta. Maka tidak ada cemburu kecuali bagi orang
yang mencintai. Dan cemburu itu termasuk sifat
yang baik dan bagian yang mulia, baik pada laki-
laki atau wanita.
Ketika seorang wanita cemburu maka dia akan
sangat marah ketika suaminya berniat kawin dan
ini fitrah padanya. Sebab perempuan tidak akan
menerima madunya karena kecemburuannya
pada suami, dia senang bila diutamakan, sebab
dia mencintai suaminya. Jika dia tidak mencintai
suaminya, dia tidak akan peduli (lihat pada bab I).
Kita tekankan lagi disini bahwa seorang wanita
akan menolak madunya, tetapi tidak boleh
menolak hukum syar ’i tentang bolehnya
poligami. Penolakan wanita terhadap madunya
karena gejolak kecemburuan, adapun penolakan
dan pengingkaran terhadap hukum syar ’i tidak
akan terjadi kecuali karena kelalaian dan kesesatan.
Adapun wanita yang shalihah, dia akan menerima
hukum-hukum syariat dengan tanpa ragu-ragu,
dan dia yakin bahwa padanya ada semua
kebaikan dan hikmah. Dia tetap memiliki
kecemburuan terhadap suaminya serta
ketidaksenangan terhadap madunya.
Kami katakan kepada wanita-wanita muslimah
khususnya, bahwa ada bidadari yang jelita
matanya yang Allah Swt jadikan mereka untuk
orang mukmin di sorga. Maka wanita muslimat
tidak boleh mengingkari adanya ‘bidadari’ ini
untuk orang mukmin atau mengingkari hal-hal
tersebut, karena dorongan cemburu. Maka kami
katakan padanya :
Dia tidak tahu apakah dia akan berada bersama
suaminya di surga kelak atau tidak.
Bahwa cemburu tidak ada di surga, seperti yang
ada di dunia.
Bahwasanya Allah Swt telah mengkhususkan
juga bagi wanita dengan kenikmatan-kenikmatan
yang mereka ridlai, meski kita tidak mengetahui
secara rinci.
Surga merupakan tempat yang kenikmatannya
belum pernah terlihat oleh mata, terdengar oleh
telinga dan terbetik dalam hati manusia, seperti
firman Allah Swt
["Seorangpun tidak mengetahui apa yang
disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-
macam nikmat) yang menyedapkan pandangan
mata sebagai balasan terhadap apa yang telah
mereka kerjakan"] As-Sajdah : 17
Oleh karena itu, tak seorang pun mengetahui apa
yang tersembunyi bagi mereka dari bidadari-
bidadari penyejuk mata sebagai balasan pada
apa-apa yang mereka lakukan. Dan di sorga
diperoleh kenikmatan-kenikmatan bagi mukmin
dan mukminat dari apa-apa yang mereka
inginkan, dan juga didapatkan hidangan-
hidangan, dan akan menjadi saling ridho di antara
keduanya sepenuhnya. Maka wajib bagi
keduanya (suami-isteri) di dunia ini untuk beramal
sholeh agar memperoleh kebahagiaan di sorga
dengan penuh kenikmatan dan rahmat Allah Swt
yang sangat mulia lagi pemberi rahmat.
Adapun kecemburuan seorang laki-laki pada
keluarganya dan kehormatannya, maka hal
tersebut ‘dituntut dan wajib’ baginya karena
termasuk kewajiban seorang laki-laki untuk
cemburu pada kehormatannya dan
kemuliaannya. Dan dengan adanya kecemburuan
ini, akan menolak adanya kemungkaran di
keluarganya. Adapun contoh kecemburuan dia
pada isteri dan anak-anaknya, yaitu dengan cara
tidak rela kalau mereka telanjang dan membuka
tabir di depan laki-laki yang bukan mahramnya,
bercanda bersama mereka, hingga seolah-olah
laki-laki itu saudaranya atau anak-anaknya.
Anehnya bahwa kecemburuan seperti ini, di
jaman kita sekarang dianggap ekstrim-fanatik,
dan lain-lain. Akan tetapi akan hilang keheranan itu
ketika kita sebutkan bahwa manusia di jaman kita
sekarang ini telah hidup dengan adat barat yang
jelek. Dan maklum bahwa masyarakat barat
umumnya tidak mengenal makna aib,
kehormatan dan tidak kenal kemuliaan, karena
serba boleh (permisivisme), mengumbar hawa
nafsu kebebasan saja. Maka orang-orang yang
mengagumi pada akhlaq-akhlaq barat ini tidak
mau memperhatikan pada akhlaq Islam yang
dibangun atas dasar penjagaan kehormatan,
kemuliaan dan keutamaan.
Sesungguhnya Rasulullah Saw telah mensifati
seorang laki-laki yang tidak cemburu pada
keluarganya dengan sifat-sifat yang jelek, yaitu
‘ Dayyuuts’. Sungguh ada dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabraani dari Amar
bin Yasir r.a, serta dari Al-Hakim, Ahmad dan
Baihaqi dari Abdullah bin Amr r.a, dari Nabi Saw
bahwa ada tiga golongan yang tidak akan masuk
surga yaitu peminum khomr, pendurhaka orang
tua dan dayyuts. Kemudian Nabi menjelaskan
tentang dayyuts, yaitu orang yang membiarkan
keluarganya dalam kekejian atau kerusakan, dan
keharaman.
Wallahu a’lam

No comments:

Post a Comment