ETIKA BERGAUL
Oleh
Ustadz Fariq bin Gasim Anuz
Bagian Terkahir dari Dua Tulisan 2/2
SIKAP-SIKAP YANG DISUKAI MANUSIA
[a]. Manusia Suka Kepada Orang Yang Memberi
Perhatian Kepada Orang Lain.
Diantara bentuk perhatian kepada orang lain, ialah
mengucapkan salam, menanyakan kabarnya,
menengoknya ketika sakit, memberi hadiah dan
sebagainya. Manusia itu membutuhkan perhatian
orang lain. Maka, selama tidak melewati batas-
batas syar’i, hendaknya kita menampakkan
perhatian kepada orang lain. seorang anak kecil
bisa berprilaku nakal, karena mau mendapat
perhatian orang dewasa. orang tua kadang lupa
bahwa anak itu tidak cukup hanya diberi materi
saja. Merekapun membutuhkan untuk
diperhatikan, ditanya dan mendapat kasih sayang
dari orang tuanya. Apabila kasih sayang tidak
didapatkan dari orang tuanya, maka anak akan
mencarinya dari orang lain.
[b]. Manusia Suka Kepada Orang Yang Mau
Mendengar Ucapan Mereka.
Kita jangan ingin hanya ucapan kita saja yang
didengar tanpa bersedia mendengar ucapan
orang lain. kita harus memberi waktu kepada
orang lain untuk berbicara. Seorang suami –
misalnya-ketika pulang ke rumah dan bertemu
istrinya, walaupun masih terasa lelah, harus
mencoba menyediakan waktu untuk mendengar
istrinya bercerita. Istrinya yang ditinggal sendiri di
rumah tentu tak bisa berbicara dengan orang lain.
Sehingga ketika sang suami pulang, ia merasa
senang karena ada teman untuk berbincang-
bincang. Oleh karena itu, suami harus
mendengarkan dahulu perkataan istri. Jika belum
siap untuk mendengarkannya, jelaskanlah dengan
baik kepadanya, bahwa dia perlu istirahat dulu
dan nanti ceritanya dilanjutkan lagi.
Contoh lain, yaitu ketika teman kita berbicara dan
salah dalam bicaranya itu, maka seharusnya kita
tidak memotong langsung, apalagi
membantahnya dengan kasar. kita dengarkan
dulu pembicaraannya hingga selesai, kemudian
kita jelaskan kesalahannya dengan baik.
[c]. Manusia Suka Kepada Orang Yang Menjauhi
Debat Kusir.
Allah berfirman. "Artinya: “Serulah kepada jalan
Rabbmu dengan hikmah, dan nasehat yang baik,
dan debatlah mereka dengan cara yang baik,”
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
rahimahullah dalam kasetnya, menerangkan
tentang ayat : "Serulah kepada jalan Rabbmu
dengan hikmah". Beliau berkata, “manusia tidak
suka kepada orang yang berdiskusi dengan
hararah (dengan panas). Karena umumnya orang
hidup dengan latar belakang……..dan pemahaman
yang berbeda dengan kita dan itu sudah
mendarah daging……..sehinnga para penuntut
ilmu, jika akan berdiskusi dengan orang yang
fanatik terhadap madzhabnya, (maka) sebelum
berdiskusi dia harus mengadakan pendahuluan
untuk menciptakan suasana kondusif antara dia
dengan dirinya. target pertama yang kita inginkan
ialah agar orang itu mengikuti apa yang kita yakini
kebenarannya, tetapi hal itu tidaklah mudah.
Umumnya disebabkan fanatik madzhab, mereka
tidak siap mengikuti kebenaran. target kedua,
minimalnya dia tidak menjadi musuh bagi kita.
Karena sebelumnya tercipta suasana yang
kondusif antara kita dengan dirinya. Sehingga
ketika kita menyampaikan yang haq, dia tidak
akan memusuhi kita disebabkan ucapan yang haq
tersebut. Sedangkan apabila ada orang lain yang
ada yang berdiskusi dalam permasalahan yang
sama, namun belum tercipta suasana kondusif
antara dia dengan dirinya, tentu akan berbeda
tanggapannya.
[d]. Manusia Suka Kepada Orang Yang
Memberikan Penghargaan Dan Penghormatan
Kepada Orang Lain.
Nabi mengatakan, bahwa orang yang lebih muda
harus menghormati orang yang lebih tua, dan
yang lebih tua harus menyayangi yang lebih
muda. Permasalahan ini kelihatannya sepele.
Ketika kita shalat di masjid……namun menjadikan
seseorang tersinggung karena dibelakangi. Hal ini
kadang tidak sengaja kita lakukan. Oleh karena itu,
dari pengalaman kita dan orang lain, kita harus
belajar dan mengambil faidah. Sehingga bisa
memperbaiki diri dalam hal menghormati orang
lain. Hal-hal yang membuat diri kita tersinggung,
jangan kita lakukan kepada orang lain. Bentuk-
bentuk sikap tidak hormat dan pelecehan, harus
kita kenali dan hindarkan.
Misalnya, ketika berjabat tangan tanpa melihat
wajah yang diajaknya. Hal seperti itu jarang kita
lakukan kepada orang lain. Apabila kita
diperlakukan kurang hormat, maka kita sebisa
mungkin memakluminya. Karena-mungkin-
orang lain belum mengerti atau tidak
menyadarinya. Ketika kita memberi salam kepada
orang lain, namun orang tersebut tidak
menjawab, maka kita jangan langsung menuduh
orang itu menganggap kita ahli bid’ah atau kafir.
Bisa jadi, ketika itu dia sedang menghadapi
banyak persoalan sehingga tidak sadar ada yang
memberi salam kepadanya, dan ada
kemungkinan-kemungkinan lainnya. Kalau perlu
didatangi dengan baik dan ditanyakan,agar
persoalannya jelas. Dalam hal ini kita dianjurkan
untuk banyak memaafkan orang lain.
Allah berfirman.
"Artinya: “Terimalah apa yang mudah dari akhlaq
mereka dan perintahkanlah orang lain
mengerjakan yang ma’ruf serta berpalinglah dari
orang-orang yang bodoh.” [Al-A’raaf : 199]
[e]. Manusia Suka Kepada Orang Yang Memberi
Kesempatan Kepada Orang Lain Untuk Maju.
Sebagai seorang muslim, seharusnya senang jika
saudara kita maju, berhasil atau mendapatkan
kenikmatan, walaupun secara naluri manusia itu
tidak suka, jika ada orang lain yang melebihi
dirinya. Naluri seperti ini harus kita kekang dan
dikikis sedikit demi sedikit. Misalnya, bagi
mahasiswa. Jika di kampus ada teman muslim
yang lebih pandai daripada kita. Maka kita harus
senang. Jika kita ingin seperti dia, maka harus
berikhtiar dengan rajin belajar dan tidak bermalas-
malasan. Berbeda dengan orang yang dengki,
tidak suka jika temannya lebih pandai dari dirinya.
Malahan karena dengkinya itu dia bisa-bisa
memboikot temannya dengan mencuri catatan
pelajarannya dan sebagainya.
[f]. Manusia Suka Kepada Orang Yang Tahu
Berterima Kasih Atau Suka Membalas Kebaikan.
Hal ini bukan berarti dibolehkan mengharapkan
ucapan terima kasih atau balasan dari manusia
jika kita berbuat kebaikan terhadap mereka. Akan
tetapi hendaklah tidak segan-segan untuk
mengucapkan terima kasih dan membalas
kebaikan yang diberikan orang lain kepada kita.
[g]. Manusia Suka Kepada Orang Yang
Memperbaiki Kesalahan Orang Lain Tanpa Melukai
Perasaannya.
Kita perlu melatih diri untuk menyampaikan
ungkapan kata-kata yamg tidak menyakiti
perasaan orang lain dan tetapSampai kepada
tujuan yang diinginkan. Dalam sebuah buku
diceritakan, ada seorang suami yang memberikan
ceramah dalam suatu majelis dengan bahasa
yang cukup tinggi, sehingga tidak bisa dipahami
oleh yang mengikuti majelis tersebut. Ketika
pulang, dia menanyakan pendapat istrinya
tentang ceramahnya. Istrinya menjawab dengan
mengatakan, bahwa jika ceramah tersebut
disampaikan di hadapan para dosen, maka
tentunya akan tepat sekali.
Ucapan itu merupakan sindiran halus, bahwa
ceramah itu tidak tepat disampaikan di hadapan
hadirin saat itu, dengan tanpa mengucapkan
perkataan demikian. Hal ini bukan berarti kita
harus banyak berbasa-basi atau bahkan
membohongi orang lain. Namun hal ini agar tidak
melukai perasaan orang, tanpa kehilangan
maksud untuk memperbaikinya.
SIKAP-SIKAP YANG TIDAK DISUKAI MANUSIA
Kita mempelajari sikap-sikap yang tidak disukai
manusia agar terhindar dari sikap seperti itu.
Maksud dari sikap yang tidak disukai manusia,
ialah sikap yang menyelisihi syariat. berkaitan
dengan sikap-sikap yang tidak disukai manusia,
tetapi Allah ridho, maka harus kita utamakan. Dan
sebaliknya, terhadap sikap-sikap yang dibenci
oleh Allah, maka harus kita jauhi.
Adapun perbuatan-perbuatan yang tidak disukai
manusia ialah sebagai berikut.
Pertama.
Memberi Nasehat Kepadanya Di Hadapan Orang
Lain.
Al Imam Asy Syafii berkata dalam syairnya yang
berbunyi.
Sengajalah engkau memberi nasehat kepadaku
ketika aku sendirian
Jauhkanlah memberi nasehat kepadaku dihadapan
orang banyak
Karena sesungguhnya nasehat yang dilakukan
dihadapan manusia
Adalah salah satu bentuk menjelek – jelekkan
Aku tidak ridho mendengarnya
Apabila engkau menyelisihiku dan tidak mengikuti
ucapanku
Maka janganlah jengkel apabila nasehatmu tidak
ditaati
Kata nasehat itu sendiri berasal dari kata nashala,
yang memiliki arti khalasa, yaitu murni.
Maksudnya, hendaklah jika ingin memberikan
nasehat itu memurnikan niatnya semata –mata
karena Allah. Selain itu, kata nasehat juga
bermakna khaththa, yang artinya menjahit.
Maksudnya, ingin memperbaiki kekurangan
orang lain. maka secara istilah, nasehat itu artinya
keinginan seseorang yang memberi nasehat agar
orang yang diberi nasehat itu menjadi baik.
Kedua.
Manusia Tidak Suka Diberi Nasehat Secara
Langsung.
Hal ini dijelaskan Al Imam Ibn Hazm dalam kitab
Al Akhlaq Was Siyar Fi Mudawatin Nufus,
hendaklah nasehat yang kita berikan itu
disampaikan secara tidak langsung. Tetapi, jika
orang yang diberi nasehat itu tidak mengerti juga,
maka dapatlah diberikan secara langsung.
Ada suatu metoda dalam pendidikan, yang
dinamakan metoda bimbingan secara tidak
langsung. Misalnya sebuah buku yang ditulis oleh
Syaikh Shalih bin Humaid, imam masjidil Haram,
berjudul At Taujihu Ghairul Mubasyir (bimbingan
secara tidak langsung).
Metoda ini perlu dipraktekkan, walaupun tidak
mutlak. Misalnya, ketika melihat banyak
kebid’ahan yang dilakukan oleh seorang ustadz di
suatu pengajian, maka kita tanyakan pendapatnya
dengan menyodorkan buku yang menerangkan
kebid’ahan-kebid’ahan yang dilakukannya.
Ketiga.
Manusia Tidak Suka Kepada Orang Yang Selalu
Memojokkannya Dengan Kesalahan –
Kesalahannya.
Yang dimaksud dengan kesalahan-kesalahan
disini, yaitu kesalahan yang tidak fatal; bukan
kesalahan yang besar semisal penyimpangan
dalam aqidah. Karena manusia adalah makhluk
yang banyak memiliki kekurangan-kekurangan
pada dirinya.
Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alus Syaikh
menjelaskan dalam ceramahnya, bahwa ada
empat fenomena yang mengotori dakwah Ahlu
Sunnah Wal Jamaah.
[1]. Memandang sesuatu hanya dari satu sisi,
yaitu hanya dalam masalah-masalah ijtihadiyah.
[2]. Isti ’jal atau terburu-buru.
[3]. Ta’ashub atau fanatik.
[4]. Thalabul kamal atau menuntut
kesempurnaan.
Syaikh Shalih menjelaskan, selama seseorang
berada di atas aqidah yang benar, maka kita
seharusnya saling nasehat-menasehati, saling
mengingati antara satu dengan yang lain. bukan
saling memusuhi. Rasulullah bersabda yang
artinya, “janganlah seorang mukmin membenci
istrinya, karena jika dia tidak suka dengan satu
akhlaknya yang buruk, dia akan suka dengan
akhlaqnya yang baik.
Imam Ibn Qudamah menjelaskan dalam
kitabMukhtasar Minhajul Qashidin, bahwa ada
empat kriteria yang patut menjadi pedoman
dalam memilih teman.
[1]. Aqidahnya benar.
[2]. Akhlaqnya baik.
[3]. Bukan dengan orang yang tolol atau bodoh
dalam hal berprilaku. Karena dapat menimbulkan
mudharat.
[4]. Bukan dengan orang yang ambisius terhadap
dunia atau bukan orang yang materialistis.
Keempat.
ManusiaTidak Suka Kepada Orang Yang Tidak
Pernah Melupakan Kesalahan Orang Lain.
Sebagai seorang muslim, kita harus bisa
memafkan dan melupakan kesalahan orang lain
atas diri kita. tidak secara terus-menerus
mengungkit-ungkit, apalagi menyebut-nyebutnya
di depan orang lain. terkadang pada kondisi
tertentu, membalas kejahatan itu bisa menjadi
suatu keharusan atau lebih utama. Syaikh
Utsaimin dalam kitab Syarh Riyadush Shalihin
menjelaskan, bahwa memaafkan dilakukan bila
terjadi perbaikan atau ishlah dengan pemberian
maaf itu. Jika tidak demikian, maka tidak memberi
maaf lalu membalas kejahatannya.
Kelima.
Manusia Tidak Suka Kepada Orang Yang
Sombong.
Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak
akan masuk surga, barang siapa yang di dalam
hatinya ada sifat sombong, walau sedikit saja……..
" sombong itu adalah menolak kebenaran dan
merendahkan orang lain. ada beberapa faktor
yang bisa menyebabkan manusia menjadi
sombong.
[1]. Harta atau uang .
[2]. Ilmu.
[3]. Nasab atau keturunan.
Keenam
Manusia Tidak Suka Kepada Orang Yang Terburu-
Buru Memvonis Orang Lain.
Dr. Abdullah Al Khatir rahimahullah menjelaskan,
bahwa di masyarakat ada fenomena yang tidak
baik. Yaitu sebagian manusia menyangka, jika
menemukan orang yang melakukan kesalahan,
mereka menganggap, bahwa cara yang benar
untuk memperbaikinya, ialah dengan mencela
atau menegur dengan keras. Padahal para ulama
memilik kaedah, bahwa hukum seseorang atas
sesuatu, merupakan cabang persepsinya atas
sesuatu tersebut.
Ketujuh.
Manusia Tidak Suka Kepada Orang Yang
Mempertahankan Kesalahannya, Atau Orang
Yang Berat Untuk Rujuk Kepada Kebenaran
Setelah Dia Meyakini Kebenaran Tersebut.
Syaikh Abdurrahman bin Yahya Al Mu’allimi
rahimahullah berkata, “pintu hawa nafsu itu tidak
terhitung banyaknya”. oleh karena itu, kita harus
berusaha menahan hawa nafsu dan
menundukkannya kepada kebenaran. Sehingga
lebih mencintai kebenaran daripada hawa nafsu
kita sendiri.
Kedelapan.
ManusiaTidak Suka Kepada Orang Yang
Menisbatkan Kebaikan Kepada Dirinya Dan
Menisbatkan Kejelekan Kepada Orang Lain.
Syaikh Utsaimin rahimahullah dalam kasetnya
yang menjelaskan syarh Hilyatul ‘ilm, tentang
adab ilmu. Beliau menjelaskan, bahwa jika kita
mendapati atsar dari salaf yang menisbatkan
kebaikan kepada dirinya, maka kita harus
husnudzan. Bahwa hal itu diungkapkan bukan
karena kesombongan, tetapi untuk memberikan
nasehat kepada kita.
Dalam kitab Ighasatul Lahfan, Al Imam Ibn
Qayyim menjelaskan, bahwa manusia diberi
naluri untuk mencintai dirinya sendiri. Sehingga
apabila terjadi perselisihan dengan orang lain,
maka akan menganggap dirinya yang berada di
pihak yang benar, tidak punya kesalahan sama
sekali. sedangkan lawannya, berada di pihak yang
salah. Dia merasa dirinya yang didhalimi dan
lawannyalah yang berbuat dhalim kepadanya.
Tetapi, jika dia memperhatikan secara mendalam,
kenyataannya tidaklah demikian.
Oleh karena itu, kita harus terus introspeksi diri
dan hati-hati dalam berbuat. Agar bisa menilai
apakah langkah kita sudah benar. Wallahu a’lam.
[Sumber : Majalah As-Sunnah edisi 03 – 04
No comments:
Post a Comment