Tuesday, December 21, 2010

Cinta SUAMI Tercinta

Apabila datang laki-laki (untuk meminang) yang
kamu ridhoi agamanya dan akhlaknya
maka kawinkanlah dia, dan bila tidak kamu
lakukan akan terjadi fitnah di muka bumi
dan kerusakan yang meluas (HR. At Tirmidzi dan
Ahmad)
Jalan hidup ini, menyadarkanku bahwa
sebenarnya kita tengah menjalani takdir-Nya.
Bahwa apa dan bagaimanapun rencana tersusun
matang, semua tidak akan berlaku tanpa izin dan
kehendak-Nya. Seperti yang terjadi padaku…
Ketika tiba-tiba seorang ustadzah memberiku
tawaran untuk menikah, satu persatu rencana
yang ada di pikiranku saat itu memudar. Bukan
apa-apa, aku hanya merasa tidak ada alasan
bagiku untuk menolaknya.
Usiaku waktu itu yang masih terbilang muda,
membuatku sama sekali tidak berpikir bahwa aku
akan segera menikah. Meskipun waktu tawaran
itu datang, aku merasa ini jawaban Alloh atas
permohonanku akan hadirnya seorang teman
yang bisa menguatkanku di saat aku menghadapi
bapak yang semakin antipati terhadap jilbab dan
kegiatan keislaman yang kuikuti. Teman, yang
ketika aku membutuhkan tempat bercerita dia
bisa dan mau mendengar. Teman, yang ketika
aku membutuhkan tambahan kekuatan untuk
bertahan, ia bisa membantu. Bukan teman yang
ketika aku sedih teringat bapak, dia juga ikut
bersedih dan malah menangis, semakin
menambah kesedihanku karena perasaan
bersalah sudah menularkan kesedihan ini kepada
orang lain.
Subhanalloh, Alloh mengirim seorang suami
sebagai jawaban doaku tersebut. Memang,
suamilah yang nantinya akan selalu bisa menjadi
teman yang membantu menguatkan ketika
seorang wanita lemah. Suamilah yang juga bisa
diharapkan masuk dan mempengaruhi keluarga
istri untuk lebih dekat kepada Islam.
Dan sekali lagi, aku tidak punya alasan
menolaknya, apalagi setelah dia menyatakan siap
menghadapi bapak beserta “saingannya”, calon
suami yang sudah disiapkan bapak untukku, asal
aku juga maju. Bahkan, kedua orangtuanya yang
waktu itu belum aku kenalpun menyatakan siap
melindungiku. Ya Alloh, kali ini izinkan hamba
meneteskan air mata untuk sebuah perasaan
yang sulit diterjemahkan. Haru, bahagia, takut,
tapi ingin …
Haru, karena Alloh ternyata begitu cepat
mengikatkan hati-hati ini. Bahagia, karena ternyata
aku tidak sendiri. Takut tidak bisa
mendampinginya dengan baik nantinya. Ingin…
Aku ingin punya orangtua seperti orangtuanya,
calon mertuaku. Tapi tidak, bagaimanapun sikap
bapak terhadapku, dia tetap orangtuaku, yang
selalu ingin aku hormati. Aku yakin, suatu saat
nanti Alloh izinkan kami melangkah bersama-
sama dalam indahnya hidayah. Aku yakin,
sekeras apapun hati bapak, dengan do’a tiada
henti, suatu hari nanti beliau akan berubah.
Bukankah sahabat Umar bin Khottob juga berhati
keras sebelum masuk Islam…
* * *
Alhamdulillah, melalui pakdhe, aku bisa
membujuk bapak untuk menerimamu
menghadapnya. Menjelaskan maksud
kedatanganmu, aku tahu, engkau berusaha
menekankan kepada bapak bahwa jilbabkulah
yang membuatmu tertarik untuk melamarku.
Jilbab yang selama ini ditentang bapak habis-
habisan.
Atas kehendak Alloh, bapak menerimamu
menjadi menantunya. Mudah-mudahan
melembutnya hati ini menjadi awal kelembutan
hati bapak selanjutnya untuk menerima hidayah-
Mu ya Alloh. Izinkan kami terus berusaha.
Antara percaya dan tidak, akhirnya hari yang telah
ditetapkan pun tiba. Ada ketakutan dalam hatiku,
kalau-kalau walimahan nanti akan ada banyak
penyimpangan. Tapi Allohu Akbar, entah apa
yang membuat bapak menuruti segala kata-
katamu. Entah bagaimana engkau merangkai kata
begitu lembut hingga mampu mengeluarkan
hujjah yang bisa diterima oleh orang sekeras
bapak.
Alhamdulillah, bagaimana aku harus mensyukuri
ke Maha Besaran-Mu ya Alloh…Walimatul ‘ursy
berlangsung tanpa janur (Janur yang sudah
disiapkan tidak jadi dipasang) dan tanpa simbol-
simbol lain yang mengarah kepada kesyirikan dan
bid’ah. Semuanya, subhanalloh, karena
kepandaianmu menghadapi bapak, dengan izin
Alloh tentunya. Pun ketika bapak berkeras supaya
aku dirias seperti pengantin-pengantin lain,
engkau mengatakan bahwa engkau tidak rela
kalau bibirku pecah-pecah karena dilipstik. Dan
bibirku…ternyata memang pecah-pecah begitu
dilipstik, hingga bapak kemudian menyuruhku
menghapus seluruh riasanku dan membiarkanku
tampil biasa.
Tentang musik, engkau mengatakan bahwa
nantinya musik hanya akan mengganggu.
Konsentrasi kita menemui tamu-tamu terbagi
untuk mendengarkan musik. Jawaban sederhana
yang ternyata bisa diterima bapak. Sound sistem
yang sudah terpasangpun akhirnya nganggur.
Mungkin, satu yang membuat perdebatan
panjang, dipisahkannya tamu laki-laki dan wanita.
Bapak berkeras itu tidak bisa dilaksanakan karena
tidak biasa. Itu pun kemudian, engkau bisa
memberikan alternatif sebagai jalan tengah
kepada bapak. Tamu laki-laki dan wanita terpisah
harinya. Kalau walimatul ‘Ursy harus berlangsung
lebih dari sehari menurutmu itu lebih baik
daripada terjadi ikhtilat. Toh bapak juga
merencanakan walimahan berlangsung selama
tiga hari.
Lelah, setelah dua hari tamu datang tiada henti.
Tapi Alhamdulillah, sesuai rencana. Ya Alloh, inilah
usaha maksimal yang bisa kami lakukan. Mudah-
mudahan Engkau berkenan melimpahkan
barokah kepada pernikahan dan rumah tangga
kami.
Saat pertama aku mengagumimu, suamiku,
adalah saat-saat dimana engkau selalu
minta izin ke masjid setiap adzan
berkumandang, meskipun saat itu kita
sedang sibuk menerima tamu di hari
pernikahan kita. Ya Alloh, ikatkan selalu
hatinya dengan rumah-Mu…Kami tahu,
masih panjang jalan yang harus kami lalui,
mungkin berliku-liku bahkan penuh onak dan
duri. Tapi kami yakin, selalu ada kuasa-Mu di
setiap fase-fase perjalanan yang kami
tempuh, bahkan di setiap lini yang kami
lewati.
**Diambil dari catatan Ummu Ahmad dgn
lisensi suami dan jg penulis sendiri** ÖI

No comments:

Post a Comment